Quantcast
Channel: Lampu Kilat – InfoFotografi
Viewing all 28 articles
Browse latest View live

Dijual kamera, lensa dan aksesoris akhir tahun 2014

$
0
0

Jarang-jarang saya pos sesuatu untuk dijual, tapi akhir tahun ini saya ingin menjual beberapa peralatan yang jarang saya pakai dan daripada bengong di dry cabinet lebih baik saya jual supaya bisa mendapatkan pemilik yang lebih bisa memanfaatkan peralatan dibawah ini:

  • Kamera Sony NEX 6 + 16-50mm f/3.5-5.6 OSS PZ – Harga Rp 5.750.000 Kondisi: ada bekas pemakaian, tapi fungsi normal. Dipakai hanya saat liburan/tour.
  • Lensa Sony E 55-210mm f/4-5.6 OSS Kondisi: sangat baik, seperti baru. Rp 2.500.000 (Telah terjual)
  • Lensa Sony Zeiss E 24mm f/1.8 Kondisi: sangat baik. Rp 8.500.000
  • Lensa Nikon AF 50mm f/1.8D. Kondisi: sangat baik, tanpa box. Cocok untuk kamera DSLR Nikon yang memiliki motor di body (D90, D7xxx dan keatas) Rp 1.050.000
  • Lensa Nikon AF-S 55-200mm f/4-5.6 VR. Kondisi: sangat baik, seperti baru. Jarang digunakan. Harga Rp 2.200.000 (Telah terjual)

Yang dibawah ini beberapa produk yang baru:

Jika berminat, hubungi 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com


Teknik OFF camera flash / strobist Primer

$
0
0

OFF camera flash mengacu pada teknik menempatkan flash eksternal diluar dari kamera. Pertanyaan pentingnya adalah “Mengapa dipisahkan dari kamera?”

  1. Supaya bebas menempatkan flash dimana saja kita mau. Dapat mengendalikan arah cahaya merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi fotografer!
  2. Bisa memasang lightshaper (pembentuk cahaya) seperti payung, softbox, snoot dan lain-lain untuk melembutkan atau mengatur penyebaran cahaya yang berukuran cukup besar. Jika flash diatas kamera, sulit untuk memasang aksesoris. Kalau aksesorisnya kebesaran jadi keberatan dan terlihat aneh. Mengendalikan kualitas cahaya sesuatu banget untuk fotografer!
  3. Bisa mengunakan lebih dari satu flash untuk menerangkan banyak hal, misalnya di foto portrait bisa menerangkan wajah, rambut, background, dll. Kreativitas menjadi tidak terbatas!

Di artikel ini saya ingin bercerita sedikit tentang bagaimana caranya supaya saat kita menjepret, flash yang diluar kamera juga ikut menyala?

  1. Kabel (off shoe cord) – Kelebihan: Biasanya cukup terjangkau dan bisa diandalkan. Kelemahan jarak kamera ke flash terbatas sekitar 60cm saja.
  2. Optic/flash trigger (built-in flash, flash, infrared transmitter) – Kelebihan: Praktis. Kelemahan: Kalau terhalang cahayanya atau terlalu jauh (diatas 10 meter) flash bisa gagal nyala. Harga transmitter biasanya relatif tinggi.
  3. Radio trigger – kelebihannya jangkauannya bisa berpuluh meter sampai 100 meter. Kelemahan: biasanya alatnya cukup mahal terutama yang mendukung fitur otomatis (TTL) dan high speed sync. (Baca juga artikel yang membahas perbedaan fitur wireless trigger)
off-shoe-cord

Off shoe cord.

Saat ini banyak tipe kamera yang built-in flashnya bisa digunakan untuk memicu flash diluar kamera, misalnya berbagai kamera DSLR pemula Canon (600D, 650D, 700D sampai yang canggih seperti 60D, 70D dan 7D).

Untuk kamera DSLR Nikon, yang memiliki fitur ini dari jenis semi-pro seperti Nikon D90, D7000, D7100, D300s, D600, D610, D700, D750, D800, D810. Untuk kamera Sony yang SLT, flashnya bisa digunakan untuk trigger, tapi yang mirrorless seperti Sony NEX atau Sony A6000 belum bisa.

Flash di berbagai kamera (gak semua) bisa untuk memicu flash diluar kamera.

Flash di berbagai kamera (gak semua) bisa untuk memicu flash diluar kamera.

Flash yang memiliki fungsi Master/Commander/Controller bisa memicu dan mengirimkan instruksi ke flash yang di set sebagai slave untuk menyala dengan cahaya blitz. Kelebihan setting ini adalah tidak diperlukan alat tambahan lagi. Contoh: Canon 580EX II, 600RT, Nikon SB900, 910, Sony HVL 60, 43, Shanny SN600SC, YN568

Flash yang punya fungsi master/commander/controller bisa memicu dan mengendalikan power satu flash atau lebih diluar kamera.

Flash yang punya fungsi master/commander/controller bisa memicu dan mengendalikan power satu flash atau lebih diluar kamera.

Alternatif pemicu lain yang sederhana adalah sepasang wireless radio trigger. Unit transmitternya dipasang diatas kamera dan unit receivernya dipasang dibawah flash. Wireless trigger semacam ini cukup banyak variasinya. Intinya ada yang manual saja, ada yang bisa auto/TTL sampai HSS. Keunggulan sistem radio adalah jaraknya yang dapat mencapai 100 meter.

Salah satu jenis wireless trigger yang paling terjangkau dan hanya bisa manual.

Salah satu jenis wireless trigger radio yang paling terjangkau dan hanya bisa manual.

Infrared/Radio trigger juga cukup populer sebagai trigger, terutama karena ada beberapa flash yang sudah memiliki built-in receiver seperti Canon 600RT. Flash yang memiliki receiver di dalam unit flashnya membuat bawaan lebih ringkas. Kita juga tidak perlu kuatir lupa bawa baterai tambahan untuk receiver trigger seperti gambar diatas.

Biasanya, transmitter canggih seperti E3-RT ini memungkinkan kita untuk mengendalikan kekuatan cahaya flash dan membagi beberapa flash menjadi kelompok-kelompok (group). Contoh: Canon E3-RT, Phottix Odin, Shanny SN E3-RT.

Transmitter Shanny SN E3 RT bisa mengirimkan sinyal optik/infra merah dan juga radio

Transmitter Shanny SN E3 RT bisa mengirimkan sinyal optik/infra merah dan juga radio

—-

Jika Anda sedang mencari flash yang canggih dan kuat dengan harga yang relatif terjangkau, rekomendasi saya adalah flash Shanny. Tersedia untuk Canon dan Nikon. Baca reviewnya disini.

Workshop Basic Strobist / Off camera flash Shanny

$
0
0

Workshop ini dirancang khusus untuk belajar flash bagi pemula. Dengan berbagai materi seperti dibawah ini:

  • Membahas kapan setting mode TTL kapan Manual?
  • Memahami zoom flash (auto/manual)
  • Bagaimana cara memicu satu atau beberapa flash yang tidak berada diatas kamera
  • Memahami konsep Master & Slave dan setelannya
  • Mengunakan transmitter SN E3 RT untuk mengendalikan flash
  • Setting lighting ratio tiga group flash (main light, fill light, background)
  • Memahami plus minus beberapa macam aksesoris flash
  • Demonstrasi foto still life dengan satu dan beberapa flash

Workshop ini akan dibawakan oleh Enche Tjin

shanny-flashRekomendasi:

Peserta sebaiknya memiliki kamera digital dan flash Shanny. Bagi yang memiliki flash merek lain, terutama Canon/Nikon, atau yang sekedar ingin mengetahui teknologi dan setelan flash juga welcome.

Hari, tanggal: Sabtu, 6 Juni 2015. Pukul 0800-11.00 WIB
Alamat : Jalan Moch. Mansyur No. 8B2 Jakarta Pusat

Biaya workshop : Rp 150.000 + gratis flash diffuser flash Shanny untuk peserta yang memiliki flash Shanny.

Review flash Shanny bisa dibaca disini.

Untuk mendaftar, transfer Bank BCA 4081218557 atau Mandiri 168000066780 atas nama Enche Tjin
Kemudian konfirmasi ke 0858 1318 3069

shanny-sn600sc-01

Masalah pintu baterai flash Yongnuo 560EX, 568EX

$
0
0

Juni tahun lalu (2014), saya membeli sebuah flash Yongnuo 560EX yang juga saya review disini. Setelah 4-5 bulan pemakaian, plastik pintu baterai rusak sehingga pintu tidak bisa menutup rapat saat di isi baterai. Sebulan yang lalu saya mendapatkan solusinya yaitu mengganti pintu baterai tersebut. Dengan mengganti pintu baterai flash, akhirnya pintu baterai bisa ditutup dengan rapat. Cara menggantinya juga cukup mudah, tinggal cabut plastik pintu baterainya dan masukkan pintu yang baru.

Pintu baterai yang rusak

Pintu baterai yang rusak

Pintu baterai baru

Pintu baterai baru

Menurut yang saya baca di internet, tidak hanya Yongnuo 560EX yang bermasalah, tapi juga 568EX dan mungkin seri lainnya. Maka itu bagi pembaca yang mungkin mendapatkan masalah yang sama, jangan buang dulu flashnya, tapi ganti saja pintu baterainya. Bagi yang kesulitan mencari penggantinya, boleh pesan lewat saya via 0858 1318 3069/infofotografi@gmail.com Harganya Rp 95.000.

Tinjau fitur flash Shanny SN600C-RF dan transceiver SN-E3-RF untuk kamera Canon

$
0
0

Kali ini kita kedatangan dua buah produk baru dari Shanny, yaitu pertama adalah flash eksternal SN600C-RF (C menandakan kompatibel dengan TTL Canon), dan produk lainnya adalah satu pasang Wireless E-TTL Flash Trigger SN-E3-RF. Kode RF sendiri maksudnya adalah Radio Frequency, memakai kanal 2,4 GHz. Trigger Shanny ini berjenis transceiver yang berarti bisa menjadi pengirim sinyal (TX/transmitter) atau penerima (RX/receiver). Karena memakai sistem frekuensi radio, antara unit TX dan RX bisa tetap terkoneksi walau dipisahkan hingga sejauh 200 meter. Bagaimana tinjauan kinerja dan konfigurasi pemakaian peralatan ini, kita akan bahas selengkapnya.

Flash SN600C-RF sendiri merupakan flash eksternal yang punya fitur cukup lengkap, berkekuatan besar dan punya fitur wireless yang kompatibel dengan trigger SN-E3-RF. Fitur unggulan flash SN600C-RF diantaranya kemampuan E-TTL Canon, High Speed Sync (HSS), Multi flash, dan GN 60. Seperti flash SN600SC yang sudah direview sebelumnya, kali ini SN600C-RF juga punya bentuk luar yang sama, dengan layar LCD besar dengan backlit, roda putar dan berbagai tombol. Flash ini ditenagai oleh 4 baterai AA, punya slot samping seperti 3.5 sync, PC sync dan external power. Untuk kebutuhan update firmware juga tersedia USB port di dekat baterai. Fasilitas wireless di SN600C-RF punya pengaturan grup (A/B/C) dan channel (hingga 15 channel) sehingga bisa diaplikasikan untuk banyak flash. Sayangnya flash ini tidak punya pilihan slave TTL dengan wireless optik yang dikendalikan dari flash kamera Canon, yang ada hanya slave manual biasa (S1 dan S2).

Flash & trigger Shanny

Transceiver SN-E3-RF karena merupakan peranti yang multifungsi maka dia bisa dipasang di atas kamera ataupun bisa dipasang dengan flash eksternal. Sepintas ukuran transceiver ini memang tampak cukup besar, bahkan lebih besar dari produk sejenis dari produsen lain. Kualitas fisik secara umum cukup baik, plus ada layar kecil untuk meninjau setting. Sayangnya tidak ada fitur lampu AF-assist di bagian depan unit ini sehingga kamera akan kesulitan mencari fokus saat gelap. Diatasnya terdapat dudukan flash yang bisa dipakai untuk memasang flash lain jika perlu, tapi tidak dianjurkan untuk pemakaian dalam jangka waktu lama karena selain berat, tidak begitu stabil.

Pemakaian dan konfigurasi sistem

Trigger SN-E3-RF

Untuk bisa mengendalikan flash SN600C-RF secara wireless, kita perlu memasang unit trigger SN-E3-RF di atas hot-shoe kamera merk Canon seperti gambar di atas. Adapun modenya harus dalam posisi TX (transmit) karena akan difungsikan untuk mengirim sinyal. Sebagai penerima, tentunya flash SN600C-RF dipasang di mode wireless slave 2,4 GHz E-TTL. Karena dalam paketnya transceiver SN-E3-RF ada dua unit maka unit satu lagi bisa dipakai di mode RX (receiver) dan dipasang dengan flash lain bila perlu (sehingga total ada dua flash yang menyala). Flash lain yang disarankan adalah yang kompatibel dengan sistem Canon, supaya TTL-nya bisa bekerja normal, misalnya semua flash Canon EX (430, 580, 600 dsb), Yongnuo 568 EX II, Shanny SN-600SC. Tapi kalau flash yang tidak kompatibel dengan sistem Canon (contohnya flash Nikon), minimal kita masih bisa set kekuatannya secara manual di flashnya.

Jadi konfigurasi yang bisa dilakukan :

  • sebuah unit Shanny SN-E3-RF di pasang diatas kamera Canon, diset di mode TX (sebagai transmitter)
  • sebuah flash SN600C-RF di mode wireless E-TTL
  • bila perlu, sebuah flash lain dipasangkan dengan satu unit Shanny SN-E3-RF di mode RX (sebagai receiver)

Dibawah ini adalah video demonstrasi konfigurasi flash

Pengaturan Channel dan Grup di Shanny RF

Di unit transceiver SN-E3-RF selain ada pilihan mode RX atau RX di sisi kanan, juga disamping kirinya ada tombol ABC untuk memilih grup. Di bagian depan ada tombol CH+ dan CH- untuk memilih kanal (bisa hingga 15 kanal) untuk memastikan tidak terjadi interferensi dengan alat lain. Saat dipilih ke mode TX, maka tombol ABC bisa ditekan untuk pilihan apakah hanya ingin satu grup (misal A/B/C), dua grup (AB/BC/AC) atau tiga grup (ABC). Sedang di mode RX kita tentunya hanya bisa memilih salah satu grup saja (A/B/C). Karena keterbatasan ukuran layar LCD di trigger, kebanyakan pengaturan flash dilakukan di menu kamera (masuk ke shooting menu > flash control > external flash setting) dan tampilannya akan seperti ini :

Opsi Extermal - manual

Sebaliknya saat Shanny SN-E3-RF dipasang diatas kamera Canon, maka pengaturan built-in flash tidak bisa dilakukan. Ilustrasi pesan yang muncul seperti ini :

Shanny mounted - on

Melalui kamera, kita bisa memilih apakah ingin menggunakan flash dalam mode apa : TTL, Manual atau Multi flash (repeat). Lalu ada juga pilihan zoom yang kita inginkan, mode shutter sync (first, second atau high speed) dan kompensasi/kekuatan flash. Setelah kita memilih semua settingnya maka kamera akan memberikan sinyal berisi data yang semestinya untuk dikirim ke flash eksternal, tapi oleh Shanny SN-E3-RF ini data tersebut diambil dan dikirimkan melalui frekuensi 2,4 GHz ke unit penerima (RX) dan dikodekan lagi untuk dikirimkan ke flash eksternal yang terpasang di unit RX tersebut. Selanjutnya kita tinggal tes konfigurasinya dengan menekan tombol test di unit SN-E3-RF di atas kamera, dan jika semua settingnya sudah benar maka flash akan menyala.

Kesimpulan

Secara umum, sistem flash SN600C-RF dan transceiver SN-E3-RF ini merupakan sistem yang canggih karena saat artikel ini ditulis, hanya sedikit flash yang memiliki fitur built-in radio receiver. Sistem flash ini juga cukup mudah untuk di set-up dan bisa diandalkan dalam praktik. Pemakai kamera Canon bisa menggunakan beberapa flash yang dikendalikan secara wireless 2,4 GHz yang handal, dengan tetap mempertahankan fungsi TTL-nya. Untuk pengaturan di unit SN-E3-RF cukup simpel karena kita hanya memilih channel dan grup, sedangkan opsi TTL/manual/multi, shutter sync dan kompensasi diatur melalui menu di kamera. Namun untuk kompatibilitas dari sistem Shanny RF memang terbatas, contohnya dia tidak kompatibel dengan sistem wireless dari Canon (baik Canon RT maupun Canon optical slave).

Keunggulan

  • Flash SN600C-RF berkekuatan besar dan fitur lengkap (HSS, Multi flash, E-TTL, dll)
  • Dapat dua transceiver SN-E3-RF
  • Sistem flash dan trigger relatif compact (ringkas)
  • Harga flash dan transceiver relatif murah
  • Sistem radio wireless dengan jangkauan yang jauh

Kelemahan

  • Merupakan sistem yang cukup tertutup, tidak compatible dengan sistem radio flash Canon
  • Tidak ada mode Slave Canon baik E-TTL/Manual.
  • Mengganti mode-mode flash tertentu harus di menu kamera

Harga unit flash Shanny SN600-RF Rp 1.750.000 dan sepasang transceiver SN-E3-RF Rp 850.000.
Jadi totalnya Rp 2.600.000, sudah dapat flash canggih plus sepasang transceiver 2,4 GHz.

Menurut saya kombo ini masih merupakan deal yang bagus. Cocok juga bagi yang sudah memiliki flash Canon EX atau compatible dengan sistem Canon.

Untuk memesan transceivers dan Flash SN-600 C-RF ini, bisa menghubungi 0858 1318 3069 atau email: infofotografi@gmail.com

Membatasi penyebaran cahaya dalam foto portrait

$
0
0

Kebanyakan fotografer pemula takut dengan kehadiran bayangan apalagi bayangan yang gelap saat foto portrait. Maka itu, pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana cara supaya bayangannya hilang. Sebenarnya tidak sulit menghilangkan bayangan, misalnya dengan cara menambahkan lampu untuk menyinari daerah bayangan. Tapi seringkali bayangan itu perlu atau sengaja dibuat untuk membuat foto lebih bagus.

Pada foto portrait pada umumnya, kita bisa mengunakan bayangan untuk menutupi bagian yang kurang menarik, misalnya wajah yang terlalu bundar/chubby, lengan yang terlalu besar, dan lemak diperut tanpa perlu editing di Photoshop untuk membentuk kembali wajah dan badan.

Konsep pentingnya adalah membatasi cahaya ke model foto, dengan mengunakan pembentuk cahaya (light shaper/modifier) tertentu yang menyempitkan penyebaran cahaya. Contohnya: standard reflector + honeycomb grid, snoot, strip softbox. Bagi yang suka mengunakan available light/matahari, juga bisa dengan memblokir arah sinar dengan “flag” seperti karton/reflector hitam, atau mengunakan jendela dan cahaya dibatasi dengan menutup-buka tirai.

low-key-portrait-pier-paola

Foto diatas dibuat dengan mengunakan lampu studio/flash dengan light modifier standard reflector + honeycomb seperti gambar di sebelah kanan. Hasil foto menunjukkan bahwa hanya bagian wajah saja yang mendapat penerangan yang cukup terang, dan semakin ke tepi foto, cahaya semakin gelap/hitam.

Dengan teknik lighting seperti diatas (sering disebut dengan teknik low-key), maka pemirsa foto akan lebih fokus ke wajah dan ekspresi model daripada background dan fashionnya. Di dalam fotografi, mengurangi dan membatasi penyebaran cahaya tidak kalah penting dibandingkan dengan menambahkan dan menyebarkan cahaya.

—–
Infofotografi sering mengadakan workshop creative lighting studio dengan lampu flash, jika berminat bisa melihat jadwal disini dan mendaftar. Tempat terbatas, maksimum hanya 8 peserta saja.

Buku Lighting itu Mudah! Karangan saya tentang teknik lighting juga masih tersedia, dan bisa dipesan via 0858 1318 3069 atau di toko ranafotovideo.com

Model : Pier Paola

Adu fitur flash Shanny SN600C vs Canon 430EX II

$
0
0

Lampu kilat (flash) eksternal adalah salah satu aksesori lighting fotografi yang praktis dan punya dampak besar dalam hasil foto yang didapat. Aksesori ini layak dipertimbangkan bila kita merasa flash built-in di kamera tenaganya kurang kuat, ataupun tidak bisa diarahkan ke atas (bounced). Flash eksternal yang lebih canggih bahkan punya fitur lanjutan seperti bisa TTL, ada zoom head, High Sync Speed dan Multi flash. Sayangnya flash eksternal yang berkekuatan besar dan sarat fitur harganya memang cenderung tinggi. Maka itu mulai banyak dijumpai produk flash eksternal pihak ketiga yang membuat flash eksternal dengan harga lebih bersahabat.

Kali ini kita akan membandingkan fitur antara dua flash kelas ekonomis yaitu Shanny SN600C (didesain kompatibel dengan kamera Canon) dan flash Canon Speedlite 430EX II. Kedua flash ini merupakan flash eksternal ukuran standar dengan tenaga dari 4 baterai AA, bisa di putar (untuk bounce) dan tentunya kompatibel dengan bodi Canon (on-camera E-TTL). Keduanya juga sudah dilengkapi dengan AF assist light untuk membantu kamera mencari fokus, sebuah fitur penting di kamera Canon karena tidak ada lampu AF assist di bodinya.

shanny-sn600c

Shanny SN600C – Kuat dan kaya fitur

Kita akan tinjau perbandingan kedua fitur flash ini. Sebagai flash yang dibuat oleh Canon, Speedlite 430EX II tentu dirancang untuk kompatibel dengan bodi Canon saat ini maupun yang akan datang. Ukurannya yang cukup kecil dan ringan juga menjadi daya tarik saat kita bepergian dan tidak ingin bawa gear yang terlalu berat. Di lain pihak bentuk dan ukuran flash Shanny lebih besar, sepintas dimensinya mirip dengan Speedlite 600EX.

Saat meninjau kinerja secara umum, saya temui Shanny SN600C punya keunggulan pada kekuatan flash yang lebih besar (GN60 vs GN43) dan waktu recycle yang lebih cepat (kurang dari 2.5 detik). Dari sisi kemampuan zoom head, kedua flash memang sama-sama bisa mengikuti zoom lensa. Hanya saja Canon 430EX II punya rentang zoom yang lebih terbatas yaitu 24-105mm, sedangkan Shanny SN600C bisa zoom 20-200mm.

Canon 430EX-ii, lebih kecil & bisa TTL saat di posisi Optical Slave

Canon 430EX-ii, lebih kecil & bisa TTL saat di posisi Optical Slave

Perbedaan lainnya yang bisa ditemui adalah adanya beberapa fitur unggulan yang justru dijumpai di Shanny SN600C tapi tidak ada di Canon 430EX II, diantaranya kemampuan multi flash, ada colokan PC port dan external battery pack. Canon 430EX II juga tidak menyediakan reflector card di bagian atas flashnya.

Bicara soal kemampuan wireless flash, kedua flash ini bisa dikendalikan secara wireless tanpa perlu tambahan trigger. Tapi agak berbeda dengan sistem slave di Canon 430EX II yang bisa dipicu secara E-TTL melalui wireless optik, pada Shanny SN600C hanya bisa diatur kekuatannya secara manual. Jadi saat memakai SN600C di mode Optical slave, pengaturan kekuatan flash diatur di menu kamera dengan memilih mode M. Walau demikian Shanny SN600C juga punya keunggulan yaitu bisa menjadi manual slave (S1/S2) sedangkan Canon 430EX II tidak ada fitur manual slave (S1/S2). Sebagai info, manual slave adalah sistem trigger sederhana yang membuat flash akan ikut menyala saat ada flash lain yang menyala.

Perbedaan fitur dalam bentuk tabel :

————————

Bagi yang membutuhkan flash Shanny, bisa menghubungi kami di 0858 1318 3069 atau infofotografi@gmail.com. Bisa juga memesan lewat toko ranafotovideo.com

Review flash Pixel X800C

$
0
0

Kali ini kita kedatangan dua unit flash eksternal merk Pixel X800C terbaru dan tentu saja saya tak sabar untuk mencobanya. Flash Pixel X800C dirancang kompatibel dengan kamera Canon, dan dilengkapi fungsi Transceiver FSK 2,4 GHz dan fitur canggih lainnya. Dari sederet kemampuannya, flash ini mengingatkan saya pada Canon 600EX-RT sebagai flash tercanggih punya Canon. Tapi apakah kinerja dan fiturnya sama mantapnya dengan bentuknya yang keren? Kita cek saja sama-sama..

DSC00645

Kita mulai dari keunggulan Pixel X800C ini :

  • kekuatan besar, GN 60, di ISO 100
  • mode TTL, Manual dan Multi
  • bisa zoom head dari 20mm hingga 200mm
  • High Speed Sync hingga 1/8000 detik
  • built-in radio 2,4 GHz untuk Master dan Slave
  • tetap mendukung slave optik Canon, juga ada S1 dan S2 biasa
  • fitur lain seperti 2nd curtain, FEB, AF assist

DSC00646

Yang saya suka dari Flash Pixel X800C ini adalah bentuknya yang sedikit lebih kecil (dan lebih ringan) dibanding flash sejenis, punya layar LCD yang detil (resolusi tinggi) sehingga aneka tulisan dan simbol bisa ditampilkan dengan jelas. Lalu flash ini juga secara fisik sudah terlihat ‘serius’ dengan tombol dan roda untuk mengatur setting, port PC sync, port eksternal power dan USB untuk update.

Ada juga metal hot shoe dengan karet disekelilingnya serta pengunci sistem geser yang lebih praktis. Pada tuas On-Off juga ada pilihan Lock, berguna untuk mencegah setting dirubah tanpa sengaja. Bagusnya posisi Lock lebih logis, bukan diantara On dan Off seperti di sistem flash Canon. Empat buah soft-key disediakan untuk mengganti setting seperti mode remote, kompensasi, zoom dan mode sync/HSS. Ada juga roda putar untuk merubah setting dan tombol OK ditengahnya. Tidak ada lampu LED untuk indikator wireless RF, hanya ada lampu indikator flash ready.

LCD

Layar LCD resolusi tinggi, tulisan dan simbol terbaca dengan jelas

Flash X800C dirancang untuk dipakai secara on-camera maupun off-camera. Saat sebagai off-camera, kita bisa mentrigger X800C dengan berbagai cara, mulai yang paling basic seperti slave optik biasa (S1/S2), wireless optik Canon (bisa atur TTL/manual/channel dan grup) atau secara radio 2,4 GHz. Bila ingin mentrigger X800C secara radio, maka bisa memakai flash X800C lain sebagai master, atau memakai trigger Pixel King TTL (dibeli terpisah).

Pengujian

Saat saya mencoba memasang secara on-camera, dalam hal ini memakai DSLR Canon EOS 650D, maka kamera mengenali flash ini dan setting external flash di menu bisa dibuka semua. Apa yang diganti di kamera akan ditampilkan juga di layar LCD flash. Mode flash di kamera sendiri secara umum tersedia pilihan ETTL, Manual dan Multi (strobo).  Selain itu terdapat pilihan sync seperti 1st curtain, 2nd curtain dan High Speed Sync.

Berbagai pilihan mode flash

Berbagai pilihan sync flash

Sebagai contoh gambar dibawah ini adalah saat saya memilih mode Multi dengan setting power 1/16, 5 times dan 5 Hz. Bagusnya lagi, setting eksposur kamera seperti f/4 dan ISO 100 juga tertulis di LCD flash.

Pengaturan flash di kamera

Apabila kita ingin menjadikan flash X800C ini sebagai master untuk mentrigger flash lain secara optik, maka pengaturan wireless flash di kamera juga berfungsi penuh. Sistem wireless Canon yang mengenal rasio A:B + C juga bisa diatur semuanya. Contoh di bawah ini menunjukkan pemilihan rasio A:B sebesar 1:8 dan C dibuat +1, channel 1 dan flash master ikut menyala. Flash X800C juga bisa menjadi master dengan cara RF untuk mentrigger flash yang sama.

Pengaturan channel, rasio dan grup di mode wireless RF sama saja dengan di mode wireless optik. Perlu dicatat bahwa sistem RF di X800C tidak sama dan tidak kompatibel dengan sistem RT di flash Canon 600EX-RT.

Pengaturan Wireless Optic untuk Master Flash

Penggunaan flash Pixel X800C termasuk mudah, antarmuka menu yang simpel dan jelas dengan simbol-simbol yang mudah dipahami. Saya terbantu juga dengan tampilan layar LCD yang resolusinya tinggi sehingga huruf dan simbol jadi mudah dibaca. Hasil yang didapat dengan on shoe flash tergolong memuaskan. Hasil yang didapat memiliki karakter warna yang netral dan akurasi TTL yang tepat.

Kecepatan recycle time juga termasuk cepat. Saat memakai flash ini sebagai wireless optik, karena kompatibel dengan sistem Canon maka tidak ditemui masalah baik itu flash dijadikan master ataupun dijadikan slave. Fitur repeating flash (multi) juga mengesankan dengan kemampuan hingga 100 Hz dengan kekuatan up to 1/4 power.

Catatan oleh Enche Tjin:

Saat workshop portrait outdoor, saya dan peserta workshop yang mengunakan kamera Canon mencoba mengunakan kedua flash Pixel XC800 ini. Satu diatas kamera sebagai pemicu secara radio, dan satu lagi diletakkan diatas lighstand. Komunikasi radio berjalan dengan baik dan lancar selama workshop berlangsung.

Dua foto dibawah adalah hasil foto dari workshop tanpa editing. Kamera Canon 650D dengan lensa Canon 100mm f/2.8 IS L Macro.

pixel-xc800-mayanda-01

pixel-xc800-mayanda-02

Kesimpulan

Dengan harga relatif terjangkau, kita punya alternatif flash eksternal yang berkualitas baik, sarat fitur dan mendukung berbagai kebutuhan wireless. Sehingga untuk berbagai kebutuhan seperti liputan, potret atau foto produk yang perlu beberapa flash tidak membuat anggaran jadi jebol. Produk ini sementara belum tersedia di pasaran, harganya juga belum diumumkan sampai tulisan ini dibuat.

Keunggulan flash Pixel X800C

  • Power besar
  • recycle time cepat
  • bisa wireless optik TTL
  • bisa wireless RF 2,4 GHz
  • antarmuka mudah, LCD detil, ada indikator baterai
  • bisa update firmware

Kelemahan flash Pixel X800C

  • tidak ada lampu indikator RF / link
  • trigger yang kompatibel sistem RF pilihannya terbatas

Trims untuk talent: Mayanda dan Pixel yang telah menyediakan review unit flash Pixel X800C.


Shanny SN 600SN review flash

$
0
0

Setelah menunggu beberapa bulan, akhirnya Shanny SN 600SN telah tersedia. Flash ini adalah alternatif yang lebih terjangkau dari flash terbaik Nikon saat ini, Nikon SB910 yang harganya Rp 5.15 juta, sedangkan Shanny SN600SN ini dijual dengan harga Rp 1.9 juta saja, sudah dengan pouch, omnibounce dan kaki flash. Kekuatan flash ini juga sama dengan flash Nikon SB910 yaitu GN 60, juga fitur-fiturnya.

Saat dipasang di atas kamera, Flash Shanny SN600SN bisa difungsikan secara mode auto (i-TTL), manual (M), repeating flash (RPT), dan berlaku sebagai master (dapat mengendalikan kekuatan dan memicu flash-flash yang compatible dengan sistem creative flash Nikon (CLS)).

shanny-sn600sn-01

sistem Master CLS Nikon bisa dikonfigurasi dengan cukup bebas.

sistem Master CLS Nikon bisa dikonfigurasi dengan cukup bebas.

Sistem optik flash cukup praktis digunakan tapi memiliki kelemahan dalam jangkauan. Di dalam ruangan, bisa menjangkau kurang lebih 30 meter, sedangkan di luar ruangan sekitar 20 meter. Cukup lumayan untuk sebagian besar fotografer. Tapi yang paling ideal yaitu dengan mengunakan sistem transmisi radio. SN 600SN compatible dengan trigger radio populer seperti Yongnuo 622C.

Saat dilepas dari kamera, Shanny SN 600SN dapat di fungsikan sebagai Slave Nikon, dan basic slave optic S1 dan S2.

shanny-sn600sn-03

shanny-sn600sn-04

Kamera-kamera yang compatible antara lain: NIKON – D3, D810, D800, D800E, D700, D750, D610, D600, D300s, D300, D200, D7100, D7000, D90, D80, D5300, D5200, D5100, D5000, D3000, D3100, D3200 ,D3300, Kamera yang lain perlu diuji lebih lanjut.

Selain model SN 600SN, juga tersedia model SN 600N (Rp 1.350.000). Flash canggih yang paling terjangkau untuk Nikon. Perbedaan utamanya dibandingkan dengan SN600SN adalah, tidak ada fungsi Master flash, dan saat dilepas dari kamera mode slavenya hanya manual, dan pouch/kantong flash tidak tersedia (meskipun ini bisa di beli dengan harga terjangkau (Rp 50.000,-).

Jika membutuhkan flash hanya untuk ditempatkan diatas kamera saja, SN 600N sudah cukup. Tapi jika ingin flash yang bisa Master untuk mengomandoin flash lainnya, atau perlu fungsi auto/i-TTL saat dilepas di kamera, Shanny SN 600SN pilihan yang terbaik saat ini.

Flash ini bisa dipesan melalui 0858 1318 3069 atau melalui www.ranafotovideo.com

Spesifikasi:

Guide Number (GN): 60 (ISO100, 200mm)
Wireless flash: Optical pulse transmission as master and slave
Flash mode: i-TTL, Manual, RPT
Zoom range: Auto, 20-200mm, 14mm (saat mengunakan wide diffuser)
High Sync Speed: sampai dengan 1/8000 detik
Pilihan kekuatan: 1/1 sampai 1/128
Shutter sync: front, rear, high speed sync
Flash exposure compensation: +/- 3, 1/3 step
Remote power : Support
Remote zooming control: Support
Bracket Exposure : Support
Flash exposure lock : Support
Modeling flash : Support
AF-Assist focus : LED focus lamp
Recycle time: kurang lebih 2 detik di full power
Frekuensi flash RPT: 1-100Hz
Jarak efektif wireless optical pulse sekitar 20-30 meter
Radio channel: 1-15
Flash Group: A, B, C
Power supply: 4 AA baterai, alkaline/rechargeable Nimh
External interface: hotshoe, PC sync, external charging dan USB untuk upgrade firmware
Software upgrade: Support
Ukuran: 79.7 X 142.9 X 125.4 mm
Berat: 420 gram

—-

Bingung dengan istilah-istilah flash dan ingin memaksimalkan flash? Ikuti workshop sehari basic flash dengan Shanny.

Bahas foto: Low key backlight portrait

$
0
0

Berhubung ada yang menanyakan bagaimana cara membuat portrait low key di instagram saya, maka saya coba jelaskan bagaimana proses pembuatannya. Sebenarnya cukup sederhana, yang dibutuhkan adalah subjek/model, sumber cahaya (lampu/flash) dan kamera tentunya.

karen-02

Foto ini saya buat saat saya mengajar workshop portrait dengan lampu studio yang cukup rutin saya adakan. Sebelum memotret, gunakan background hitam, dan idealnya model mengenakan baju yang gelap/hitam. Jika tidak memiliki background hitam, jauhkan model dari tembok, makin jauh makin oke. Dan matikan lampu ruangan supaya tidak mengganggu.

Posisi lampu studio saya letakkan dibelakang subjek foto dan tertutup oleh model. Keuntungan dari lampu studio adalah memiliki modeling light, dimana saya bisa melihat jatuhnya cahaya, sedangkan jika mengunakan flash, mungkin saya perlu mengulang beberapa kali (coba-coba) supaya jatuhnya cahaya pas.

Light modifier yang saya gunakan adalah standard reflector dan honeycomb supaya cahaya tidak menyebar ke segala arah dan hanya spot ke sisi wajah model saja. Hindari pemakaian soft box besar/payung (kecuali strip softbox yang sempit (softbox 30x120cm)).

Selain flash, kita juga bisa mengunakan flash, lampu continuous seperti led, senter, fluorescent+standard reflector dll. Semuanya tidak masalah, hanya saja, biasanya kekuatan lampu continuous kecil, sehingga setting ISO perlu ditingkatkan.

Data teknis: ISO 100, f/11, 1/160 detik, 85mm.

Model: Karen Nathasya

lowkey-portrait

Ilustrasi diatas di buat dengan lightingdiagrams.com

——–

Ingin belajar foto portrait studio? ikuti workshop portrait studio

dan jika ingin memaksimalkan flash untuk berbagai jenis fotografi dan portrait special effect, ikuti workshop creative flash dua hari ini.

Belajar foto still life

$
0
0

Hobi fotografi tidak melulu perlu traveling atau ke event tertentu. Didalam rumah atau sekitar rumah juga bisa. Jenis fotografi yang bisa dipraktikkan adalah still life. Jenis fotografi ini tidak terikat dengan tempat dan waktu seperti jenis fotografi lainnya seperti landscape dan portrait.

Fotografi still life adalah fotografi yang objeknya benda mati, tidak bergerak. Di jenis fotografi ini, fotografer dapat mengatur posisi objek atau sekelompok objek, latar belakangnya dan mengatur pencahayaannya dengan bebas.

enche-tjin-still-life-camera-nikon

Beberapa tips saya untuk memulai still life photography

1. Objek yang menarik

Cari objek yang Anda sukai, biasanya benda-benda yang Anda koleksi, hewan peliharaan, makanan/minuman, mainan, tas, sepatu, baju, perhiasan, bunga? Setiap orang berbeda-beda kesukaannya, contohnya istri saya sukanya mainan Lego. Dengan memilih objek yang menarik bagi kita, biasanya kita lebih semangat memotret dan mencari angle yang menarik.

2. Komposisi dan props

Setelah tentukan setting seperti backgroundnya, props (benda untuk melengkapi). Contoh: taplak meja, majalah/koran, alat tulis, sendok garpu. Jenis properti/props tergantung apa yang difoto. Hindari terlalu banyak mengandalkan props dan menata props dalam jumlah banyak karena objek utamanya malah jadi tidak menonjol.

3. Pencahayaan

Kualitas cahaya yang terbaik yaitu dari cahaya matahari. Objek bisa diletakkan diluar ruangan, atau juga bisa di dekat jendela. Selain cahaya matahari, flash juga bisa digunakan. Karena cahaya flash dirancang untuk menyerupai cahaya matahari. Keuntungan mengunakan flash adalah kita tidak harus tergantung pada waktu dan cuaca. Malam-malam atau saat mendung juga bisa motret. Yang saya maksud dengan flash bukan yang built-in di kamera, tapi flash external yang bisa dipisahkan dari kamera. Dengan demikian, kita bisa mengarahkan cahaya lebih leluasa.

4. Teknik foto

Jika mengandalkan cahaya matahari atau ruangan saja, maka yang penting adalah mengunakan tripod. Keuntungannya ada dua, pertama adalah bisa mengunakan ISO 100 dan shutter lambat, kedua adalah untuk komposisi foto yang lebih akurat.

Kamera yang digunakan sebenarnya pakai yang mana saja oke, mau pakai DSLR / mirrorless. Dalam kasus ini saya pakai kamera mirrorless Sony A6000 dan lensa Sony Zeiss 16-70mm f/4 OSS.

Hati-hati dengan setting bukaan, jika objek yang difoto berukuran kecil, bukaan sedang seperti f/5.6 aja pun akan membuat sebagian dari objek menjadi blur. Jika ingin objeknya tajam semua, bukaan perlu ditutup sampai sekitar f/16. Foto diatas mengunakan bukaan f/6.3, maka majalah dibelakang kamera tidak tajam.

Contoh kasus

Objek foto: kamera Nikon FM2, lensa 50mm Ai f/1.4

Ide: Objek diatas adalah kamera dan lensa pertama saya.

Properti/props: Tas Domke sebagai background, dan majalah National Geographic diletakkan di bawah tas untuk memberikan aksen warna.

Pencahayaan: Flash Shanny diletakkan diatas lightstand dan flash bracket, dan softbox 45 x 45 cm. Flash ini berfungsi sebagai main light.

Flash Shanny lainnya saya letakkan diatas lightstand dan saya arahkan ke langit-langit sebagai fill light. Saya mengunakan radio trigger untuk memotret.

Editing: Kemudian saya edit di Lightroom dan upload ke instagram. Disana, saya memilih filter yang cocok. Dengan sedikit pengaturan bisa mendapatkan foto seperti diatas.


Belajar fotografi yuk : kupas tuntas kamera | kursus kilat dasar fotografi | workshop flash | editing Lightroom

Flash built-in radio SN910EX-RF untuk kamera DSLR Nikon

$
0
0

Flash Shanny keluaran baru ini adalah flash yang sangat menarik dan inovatif karena memiliki built-in radio 2.4G wireless (transmitter + receiver) untuk  kamera DSLR Nikon. Flash ini bisa untuk memicu flash SN910 EX-RF lainnya secara radio seperti ilustrasi diagram dibawah, dan bisa menerima sinyal dari flash SN910 RX-RF atau trigger SN910 TX.

Antarmuka pengendalian off-camera flash kurang lebih sama dengan sistem Nikon: On-camera Master group, tiga group remote/slave A, B, dan C.

SHANNY_SN910EX-RF-wcls

Setiap group bisa diset sebagai TTL, Manual atau OFF. Group TTL dan Manual bisa dikombinasikan bersama. Remote Auto dan manual flash zoom juga bisa diset secara individu untuk setiap grup. Tidak ada opsi Remote Optic (trigger dengan flash) tapi ada mode S1 dan S2 mode. Juga belum ada receiver khusus untuk mengkombinasikan sistem ini dengan flash Nikon yang mungkin sudah dimiliki fotografer Nikon.

Dengan adanya SN910EX-RF dan Trigger SN910TX, maka pengguna kamera DSLR Nikon yang suka mengunakan teknik strobist/off camera flash akan sangat terbantu, karena tidak perlu lagi repot-repot membawa radio receiver untuk setiap flash dan tidak perlu mengkhawatirkan baterai untuk receivernya.

Saran saya untuk pemula, dibutuhkan minimal 1 trigger (SN910TX) dengan harga Rp 550.000 dan 1 unit flash SN910 EX-RF dengan harga Rp 1.990.000,- (Total Rp 2540.000,-).

Bisa juga dengan mengunakan dua unit flash SN910EX-RF. Yang pertama diletakkan diatas kamera, dan satunya lagi diletakkan diluar kamera.

Jika tertarik memiliki flash dan trigger ini, boleh pesan via Infofotografi 0858 1318 3069 atau belanja langsung di www.ranafotovideo.com.

SHANNY_SN910EX-RF

Spesifikasi Flash SN910EX-RT

  • GN 60m (ISO 100/200mm)
  • HSS sampai 1/8000 detik
  • Flash mode: iTTL/M/Multi
  • 1st Curtain/2nd Curtain sync (rear sync)
  • FEC/FEB – 1/3rd stop
  • Manual Flash: 1/1 sampai 1/128
  • Zoom: 20-200mm Auto dan manual flash zoom
  • Mode Commander/master dan Remote/slave radio system
  • Jangkauan radio 50 meter
  • Mode S1 dan S2 optik
  • Full power recycle time: maks 1.8 detik
  • Group A, B, C
  • Channel 1-15
  • Custom Function
  • Sound Prompt
  • Heat Protection
  • AF Assist Light
  • Kepala bisa diputar 360 derajat
  • External Battery Port (versi Canon)
  • Pc Sync port
  • USB Port untuk firmware update
  • Trigger SN910 TX ini dirancang eklusif untuk compatible dengan flash SN910 EX RF

Spesifikasi trigger SN910TX

  • 2.4 Ghz wireless control system
  • High Sync Speed sampai 1/8000 detik
  • Rear curtain sync
  • Zoom bisa disesuaikan
  • Mode: TTL, Manual,
  • 3 Grup, 15 Channel
  • Kompensasi flash exposure
  • Lampu AF assist
  • 2 baterai AAA

NISSIN i60A Speedlight dengan 2.4GHz Radio Receiver

$
0
0

NISSIN_i60A_2b640

Menyusul dari suksesnya lampu kilat ringkas Nissin i40, Nissin i60A didesain mengikuti format yang sama, tetapi memberikan lebih didalamnya, termasuk:

  • Angka Panduan lebih tinggi – 60m (ISO 100 / 200mm)
  • Zoom 24 – 200 mm
  • Display LCD Warna
  • HV (high voltage) Battrey Port
  • 2.4GHz NAS (Nisin Air System) Radio Receiver built-in

Semua dikemas menjadi sebuah paket yang sedikit lebih besar dari i40, dan diharapkan tetap menarik bagi banyak pengguna kamera mirrorless terutama pengguna kamera MFT. Lampu kilat baru Nissin i60A dapat digunakan pada kamera Canon, Nikon, Sony, Micro 4/3rds, dan kamera Fujifilm.

Lampu kilat eksternal ringkas dengan panduan angka (guide number), 60m bekerja secara TTL dan HSS, dilengkapi fasilitas penerima radio nirkabel internal 2.4 Ghz bila digunakan terpisah dari kamera.

NISSIN_i60A_5b640

i60A adalah lampu kilat kedua setelah Nissin Di700A , yang kompatibel dengan NAS ( Nissin Air Sistem ) dan unit Air 1 radio Commander. i60A ini adalah penyempurnaan dari lampu kilat Di700A sebelumnya, selain angka panduan yang lebih tinggi (60m vs 54m), memberikan pengaturan daya  per 1/3 stop bukan ½ stop untuk pilihan manual.

FITUR i60A

  • GN 60m (ISO 100 / 200mm)
  • HSS untuk 1/8000
  • Flash Mode -TTL / M
  • 1 Curtain Sync / 2 Curtain Sync
  • FEC – 0,3 EV Peningkatan- (± 2 stops)
  • Manual Flash – 1/256 – 1/1 pengendalian output (1 / stop bertahap 3)
  • 24 – 200mm Auto dan Manual flash Zoom
  • NAS 2,4GHz Radio Receiver Built-in (Canon, Nikon, & Sony, Kompatibel)
  • A / B / C Grup
  • 8 Saluran
  • Modus TTL Optic Wireless Slave
  • Dasar Optic Save Mode S1, S2
  • Lampu LED
  • Lampu AF Assist
  • Panel LCD Warna
  • Dials Pilih Cepat
  • 90 derajat tekuk keatas, 360 derajat putar ke samping
  • Soket HV baterai eksternal
  • Dudukan Quick Lock

Meskipun tetap mempertahankan gaya pilihan cepat dengan cakram putar ala i40 yang populer, i60A sekarang menggunakan layar LCD ringkas berwarna.

NISSIN_i60A_4a600

Pada tampilan pilihan manual, i60A mengatur Tingkat Daya per 1/3 stop, dari 1/256 sampai ke 1/1.

Pada pilihan TTL Flash Exposure Compensation (FEC) juga ditampilkan dalam per 1/3 stop, dari -2 ke +2.

NISSIN_i60A_8a640

NISSIN AIR SYSTEM (NAS)

i60A dapat digunakan dalam slave mode off-camera dengan Nissin Air 1 commander dengan mengusung:

  • TTL
  • HSS untuk 1/8000
  • Sinkronisasi tirai kedua
  • Remote  pengontrol kekuatan daya manual
  • Remote pengontrol Zoom
  • 3 Grup A / B / C

Nissin_Air_1_d640

Semua vesi dari Nissin i60A menyediakan  kenyamanan untuk pengguna kamera Canon, Nikon, dan Sony, radio slave mode tertanam didalam nya.

Jadi misalnya Nissin Air 1 commander untuk dudukan Canon, terpasang pada kamera Canon, bisa mengendalikan lampu kilat i60A untuk dudukan Nikon, dapat mengandalikan secara penuh ETTL, HSS, SCS, dll. Lampu kilat Di700A juga bisa dicampur dengan i60A flashes radio slave.

Spesifikasi Nissin i60A

Tipe Untuk Canon, Nikon, Sony, M 4/3, Fujifilm
Panduan Angka 60m (ISO100 / 200 mm)
Panjang Fokal 24 – 200mm (16mm bila menggunakan build-in wide panel)
Daya Empat buah ukuran AA
Lampu LED Nyala terus menerus – 3.5 jam (pada tenaga penuh)
Waktu Ulang 0.1 detik sampai 5.5 detik
Jumlah Kilatan 220 to 1,500 kali (bila menggunakan batrei internal)
Durasi Kilatan 1/800 sampai 1/20,000
Suhu Warna sekitar 5,600K
Pilihan (mode) [Full auto / TTL] i-TTL (untuk Nikon) / E-TTL II / E-TTL (untuk Canon)
ADI / P-TTL (untuk Sony), TTL (untuk M Four Thirds), TTL (untuk Fujifilm)
[Manual] 1/256 ~ 1/1, pada 1/3 EV langkah
Nirkabel 2.4GHz Nirkabel TTL Slave: radio transmission (NAS specifications).
Optical Nirkabel TTL Slave (hanya bekerja pada sistem camera terbaru) (*1)
Optical slave mode (*2) (SD / SF mode)
Kompensasi EV -2 to +2 EV dengan tingkatan per 1/3 EV
Posisi Pantul  Tekuk keatas 90 ° · ke kiri 180 ° · ke kanan 180 °
Pengaturan Lampu Kilat FE / FV lock, sinkronisasi dengan tirai kedua, sinkronisasi dengan kecepatan tinggi (semua dudukan)
red-eye reduction mode, slow synchro mode corresponding (hanya untu dudukan Nikon)
Jangkauan AF-assist 0.7 – 5m
PanelPengaturan Panel LED Warna, Cakram Putar
Soket Eksternal Soket daya eksternal
Spesifikasi Radio 2.4GHz ISM band (Memperoleh standar sesuai teknis sertifikasi )
 Aksesoris Soft case, dudukan denganlubang skrup untuk tripod
Ukuran Sekitar 98 (T) x 73 (L) x 112 (D) mm
Berat Sekitar 300g (diluar Baterei)

(*1) Tidak sesuai dengan wireless optical TTL master. dapat di set sebagai A/B/C group
(*2) SD: Pre-flash, SF:Flash Signal by Air 1

Lampu kilat Nissin i60A akan tersedia mulai Mei 2016, dalam versi dudukan Canon dan dudukan Nikon. Untuk versi dudukan Sony, Micro 4 3rds, dan Fujifilm, segera menyusul.

Cahaya Alami vs Cahaya Buatan

$
0
0

Seminggu yang lalu, saya dan Enche berdebat soal pembelian 2 unit lampu Continuous Light. Biasalah, proposal perlu tanda tangan menteri keuangan keluarga :D. Padahal, dia bisa saja langsung membeli tanpa perlu bersusah payah menjelaskan dan meminta persetujuan kalau memang produk tersebut bagus. Namun ternyata, dia ingin saya juga punya pengetahuan soal lighting.

Parahnya, pertama-tama yang dikabari adalah harganya. OMG… satu continuous light harganya Rp 5.75 juta. Salah satu alasan utama untuk tidak menandatangani proposal. 🙂 Kedua, fungsinya tidak lain hanya untuk memberi cahaya tambahan ke objek yang difoto.

Hmmm.. kalau cahaya tambahan, bisa donk dengan lampu meja. Kebetulan kita punya 1 lampu meja. Alasan berikutnya, lampu meja kita itu memancarkan cahaya kuning.

Hmmm.. kalau begitu, ganti saja bohlamnya dengan yang putih. Beres bukan? Lagipula, kita juga memiliki 1 lampu LED Amaran untuk tambahan cahaya.

Lalu, dilanjutkan lagi alasan berikutnya. Dengan lampu continuous ini, kita bisa mengganti modifiernya dengan beauty dish, softbox, octabox, dan yang lainnya untuk membentuk cahaya. Hmmm… oke… saya mengalah. Lalu, meluncurlah dua unit lampu Continuous Light Visico ke kantor Infofotografi.

Awalnya, saya tidak mengerti sama sekali. Soalnya biasanya saya tidak suka ribet dan foto dengan cahaya seadanya. Toh dengan adanya tripod, bisa pakai shutter speed yang lambat saja, foto otomatis akan terang juga meskipun cahaya ruangan sedikit.

Lalu, saya diajarkan untuk menggunakan cahaya alami dari jendela. Ternyata memang beda hasilnya. Warna lebih kontras dan foto lebih bagus.

ISO 100 F/2.8 1/10 - cahaya ruangan dengan kamera di atas tripod

ISO 100 F/2.8 1/10 – cahaya ruangan dengan kamera di atas tripod, warna agak mendem

ISO 100 F/2.8 1/125 - cahaya matahari kanan (Jendela) dan dibantu dengan reflektor di sebelah kiri

ISO 100 F/2.8 1/125 cahaya matahari kanan (jendela) dan dibantu dengan reflektor di sebelah kiri

Kemudian, saya bandingkan juga dengan cahaya dari lampu meja. Karena bohlam memancarkan sinar kuning, warna-warna foto juga agak berbeda dengan aslinya. Sebenarnya ini juga bisa dikoreksi dengan menggunakan setup WB. Namun, saya pengennya yang praktis-praktis saja. Foto langsung jadi tanpa perlu ribet dengan editing yang terlalu panjang prosesnya.

ISO 100 F/2.8 1/15 - cahaya dari lampu meja dengan warna kuning yang terpancar dari bohlam

ISO 100 F/2.8 1/15 – cahaya dari lampu meja dengan warna kuning yang terpancar dari bohlam, karena termasuk cahaya keras, bayangan berantakan kemana mana dan mengganggu foto.

Setting dengan lampu meja

Setting dengan lampu meja

Akhirnya, saya pun mencoba dengan lampu continuous. Namun, karena mau memindahkan table top dan setting-setting lampu, tanpa sengaja, saya menjatuhkan setting saya. Huhuhu… Nangis bombay.

Lego yang jatuh dan hancur berkeping-keping

Lego yang jatuh dan hancur berkeping-keping

Supaya tidak habis waktu masang kembali, saya pun bereksperimen dengan lego Wall-E.

Speed 1/13 detik dengan cahaya ruangan

Speed 1/13 detik dengan cahaya ruangan

Speed 1/25 detik dengan lampu meja

Speed 1/25 detik dengan lampu meja

Speed 1/40 detik dengan lampu continuous light

Speed 1/40 detik dengan lampu continuous light

Di foto ketiga ini, terlihat pantulan sinar dari softbox di mata sehingga membuat foto ini terlihat lebih hidup. Warna juga terasa lebih alami dan bayangan juga lebih lembut.

Kemudian, saya pun bereksperimen dengan cahaya dari jendela.

Speed 1/800 detik, cahaya keras dari samping (jendela) saat matahari bersinar terik di siang hari

Speed 1/800 detik, cahaya keras dari samping (jendela) saat matahari bersinar terik di siang hari

Karena foto terkesan agak gelap, saya teringat untuk mempergunakan lampu continous ini untuk menambah sedikit cahaya.

Sebelah kanan cahaya matahari dari jendela, sebelah kiri dibantu cahaya dari lampu continuous

Sebelah kanan cahaya matahari dari jendela, sebelah kiri dibantu cahaya dari lampu continuous dan memberi efek bola mata ke Wall-E

Sebenarnya, untuk hemat dan praktis, bisa saja dengan menggunakaan cahaya alami (matahari) dari jendela. Namun karena siang harinya sudah dipakai untuk urusan pekerjaan, waktu yang tersisa hanyalah di malam hari dan saya pun harus mencari akal untuk menciptakan cahaya buatan yang terkesan alami.

Alternatif pertama adalah dengan menggunakan flash. Flash jauh lebih murah dibandingkan dengan lampu continuous. Akan tetapi, untuk seorang pemula seperti saya, diperlukan ketekunan dan extra shutter count yang lumayan untuk mendapatkan foto yang saya inginkan. Bagaimana tidak? Saya harus mencoba berkali-kali untuk mengarahkan flash ke objek ataupun memantulkannya ke langit-langit atau dinding supaya cahaya yang jatuh ke objek terkesan alami. Lumayan ribet, namun hasil foto dan warnanya lebih bagus dibandingkan dengan hanya mengandalkan cahaya ruangan.

Foto dengan menggunakan flash dan dipasang payung transparan

Foto dengan menggunakan flash dan dipasang payung transparan

Alternatif kedua tidak lain dengan menggunakan lampu continuous. Karena lampu terus menerus menyala, kita dapat melihat cahaya yang jatuh ke objek secara langsung. Di depan lampu tersebut juga dapat dipasang berbagai jenis lighting modifier. Memang lebih praktis. Tentu saja, ada harga yang harus dibayar lebih untuk kepraktisan ini.

Dan bagi saya yang menyukai kepraktisan, okelah, saya setujui proposal pengadaan alat ini tidak dengan berat hati lagi. 🙂

Kupas Tuntas Flash Eksternal (Speedlight)

$
0
0

Salah satu aksesori penting dalam fotografi adalah flash eksternal, yang bisa dipasang diatas kamera ataupun ditempatkan terpisah dari kamera (off shoe). Tujuannya tentu untuk memberikan tambahan cahaya supaya mendapat hasil foto sesuai keinginan.

Tapi menggunakan flash eksternal ini bagi sebagian orang justru menjadi kesulitan tersendiri, baik dari pengaturannya maupun teknik memakainya. Umumnya sering didapati hasil dengan flash tampak tidak natural, kadang over maupun under eksposur. Untuk itu mulai awal tahun 2017 nanti infofotografi kembali akan mengadakan kursus kilat Kupas Tuntas Flash Eksternal yang membahas diantaranya:

  • Fitur-fitur apa saja yang ada di dalam flash
  • Kapan menggunakan flash secara manual dan TTL?
  • Memahami fitur zoom pada flash
  • Menyeimbangkan cahaya ambient (dengan cahaya flash) di keadaan kontras
  • Belajar membaca arah dan sifat cahaya
  • Belajar setting dan mengendalikan satu dan beberapa flash yang diletakkan diluar kamera (strobist)shanny-flash
  • Pengenalan Special Efek yang dapat dibuat dengan flash (multi/RPT, 2nd curtain/rear sync dll)

Workshop ini cocok bagi peserta yang ingin menghasilkan foto-foto produk, liputan, travel atau komersil lebih baik serta memahami lighting dengan teknik strobist untuk berbagai jenis fotografi.

Setelah sesi teori, peserta diajak untuk mengunakan flash untuk berbagai objek foto yang kami sediakan. Peserta diberi tugas oleh mentor untuk membuat foto still life yang baik dengan mengunakan satu atau beberapa flash.

Acara Kupas Tuntas Flash Eksternal ini akan dibawakan/dimentori oleh Erwin Mulyadi dan akan diadakan pada hari Minggu, 22 Januari 2017 Pukul 13.00-16.00 WIB di Infofotografi.com. Jl. Imam Mahbud/Moh. Mansyur No. 8B-2 Jakarta Pusat, dekat perempatan Roxy.

  • Peserta perlu membawa kamera digital/mirrorless yang memiliki hotshoe untuk dudukan flash/trigger
  • Peserta diharapkan sudah paham dan dapat mengatur ISO, shutter speed dan bukaan lensa (bahasan dasar fotografi)
  • Peserta diharapkan untuk memiliki flash, tapi tidak wajib. Bagi peserta yang tidak memiliki flash, bisa kami pinjamkan hanya saja jumlahnya terbatas.

Biaya untuk mengikuti workshop ini adalah Rp 375.000 per orang, maksimum 8 peserta saja.

Cara Mendaftar

  1. Transfer bank atas nama Enche Tjin via Bank BCA: 4081218557 atau via Bank Mandiri: 1680000667780
  2. Konfirmasi melalui e-mail (email: infofotografi@gmail.com), sms atau telepon (085813183069 / 085883006769) dengan menyertakan nama peserta dan nama penyetor, serta jenis kamera dan flash yang dimiliki.
  3. Datang di hari H sesuai dengan jadwal yang tercantum

 


Mengenal fitur dan konfigurasi Godox wireless trigger X1-C

$
0
0

Kalau bicara sistem trigger flash wireless, maka kita kenal ada dua jenis trigger yaitu yang TTL dan non TTL. Trigger non TTL lebih universal tapi fiturnya terbatas, banyak dipakai untuk pengguna yang pakai flash manual. Tapi bila kita punya flash yang TTL dan ingin memaksimalkan semua fiturnya secara wireless tentu perlu memakai trigger yang berjenis TTL juga. Salah satu produk trigger wireless TTL terbaru adalah Godox X1 dengan akhiran kode C untuk Canon, N untuk Nikon dan S untuk Sony. Seperti layaknya trigger modern pada umumnya, Godox memakai frekuensi radio 2,4 GHz untuk transmisi datanya, dan kali ini saya akan bahas trigger Godox yang X1-C untuk Canon.

Fitur dasar :

  • memakai frekuensi 2,4 GHz, bisa dipakai hingga 100m
  • terdiri dari 5 grup dan 32 channel (independen setting)
  • mendukung penuh fitur HSS hingga 1/8000 detik
  • mendukung fitur rear sync / 2nd curtain
  • mendukung kompensasi flash, FEB maupun flash lock
  • fitur flash zoom tetap bisa berfungsi
  • bisa menjadi wired/wireless shutter release
  • untuk Canon : mendukung fitur ratio A:B-C
  • bisa update firmware via lubang micro USB
  • PC Sync Port (unit transmit)
  • 2.5mm Sync Port (unit receive) – bisa untuk ke lampu studio

Sekilas fisik unit Godox X1-C :

Godox X1-C memiliki dua versi yaitu unit transmitter (diberi nama X1T-C) dan unit receiver (X1R-C).

Godox X1T-C dengan pin kontak TTL untuk sistem Canon

Baik unit transmit atau receive keduanya bentuknya mirip, dan ditenagai oleh 2 baterai AA, dan ada tuas On Off di sisi kanan. Keduanya punya layar LCD dengan backlight putih, LED status dan terdapat tombol TEST di bagian atas. Bedanya di unit transmit ada tiga tombol : CH (untuk memilih channel), GR (untuk memilih grup) dan MODE serta roda pengatur setting, sedangkan di unit receive hanya ada tombol CH dan GR saja. Indikator di LCD memang menampilkan informasi yang agak terbatas untuk itu perlu sekali membaca buku manual yang disertakan di paket pembelian.

Fungsi tombol di unit X1T-C (diikuti dengan memutar roda untuk scroll ke setting yang diinginkan) :

  • tombol CH : tekan sekali untuk mengganti channel, tekan 2 detik untuk menu custom Function (C.Fn 00-C.Fn 07)
  • tombol GR : tekan sekali untuk atur Power/kompensasi pada suatu grup, tekan 2 detik untuk mengatur setting yang sama untuk semua Grup
  • tombol MODE : tekan sekali untuk memilih mode (TTL/Manual/Multi)

Konfigurasi umum :

Untuk pengguna DSLR/mirrorless Canon, unit transmitter (X1T-C) mesti dipasang di flash hot shoe, lalu flashnya diletakkan ditas unit receive X1R-C (atau yang memakai lampu studio bisa menghubungkan X1R-C ke lampu dengan kabel). Bila flashnya adalah merk Godox juga (misal TT685C atau V860IIC) maka tidak perlu pasang receiver X1R-C karena receiver yang diperlukan sudah terintegrasi di dalam flashnya. Bila kebutuhan flash lebih dari satu, maka diperlukan beberapa unit receiver. Seperti trigger lain, saat pakai flash lebih dari satu, kita bisa mengatur grupnya (misal grup A dan B). Perlu diingat melalui menu di kamera kita bisa mengatur setiap Grup secara independen, misal Gr A diset TTL, Gr B diset Manual, asalkan pakai bodi kamera Canon buatan tahun 2012 atau yang lebih baru (penjelasan lebih lengkap ada di bagian akhir artikel ini).

Godox X1R-C (receiver)

Selain itu kita juga bisa mengatur channel untuk menghindari saling ganggu dengan pengguna lain (interferensi frekuensi) dengan 32 pilihan channel yang ada sepertinya tidak perlu kuatir akan kemungkinan interferensi. Selain itu karena diatas unit X1T-C ini ada hot shoe juga, kita tetap bisa menempatkan flash diatas unit trigger ini bila ingin ada flash on-shoe juga.

Untuk satu flash

Konfigurasi satu flash adalah setup paling basic, bebas tentukan channel (defaultnya CH-1) dan grupnya biasanya Grup A. Samakan setting CH antara kedua unit transmit dan receive, bila pakai flash Godox pastikan berada di mode Wireless radio slave dan set CH dan GR yang sesuai. Lampu status akan menyala sebagai tanda keduanya telah terhubung dan tekan tombol TEST untuk memastikan keduanya sudah terhubung.

Saat unit transmit terpasang di kamera, unit receive juga perlu dipasang di flash (kecuali flash Godox yang punya built-in receiver)

Untuk dua flash atau lebih

Pada dasarnya hampir sama dengan konfigurasi satu flash, hanya saja kita perlu menentukan setiap flash itu masuk ke grup apa. Misal ada 2 flash saja, dan ingin keduanya sama-sama grup A, maka set kedua unit receive ke grup A dengan menekan tombol GR di unit X1R-C. Bila sudah benar, maka saat kita pilih grup A keduanya akan menyala. Bila mau pakai multi grup, pastikan setiap unit receive diatur grupnya. Semua receive unit harus berada di channel yang sama dengan unit transmit, bila tidak maka receive yang channelnya berbeda tidak akan menyala. Profesional biasanya memakai grup A untuk main light, grup B untuk fill light dan grup C untuk rim/backlight, dan dari unit transmitter kita bisa set mau menyalakan grup yang mana (A saja, atau A+B atau semua) dan bisa juga mengatur masing-masing grup maunya TTL atau manual (bila manual tentu bisa diatur kekuatannya).

Pengaturan lanjutan :

Dalam pemakaiannya kita biasanya cukup pakai mode TTL untuk semua grup, atau boleh juga sebaliknya pakai mode M (manual) semuanya. Tapi seandainya kita mau mengatur setiap grup itu berbeda-beda, maka diperlukan kamera Canon buatan tahun 2012 atau lebih baru. Di Menu kamera dalam hal ini saya pakai Canon 70D saya masuk ke Flash setting > External Flash Setting dan akan muncul pilihan mode seperti ETTL, M, Multi dan Gr. Pilih ke Gr (Grup) untuk kebebasan mengatur tiap grupnya, lalu perhatikan indikator di Godox X1T-C ini akan mengikuti.

Foto kiri : Menu eksternal flash di kamera diset ke mode Gr (Grup), sementara grup ABC saya set di posisi TTL dan grup DE di posisi OFF. Foto kanan : saya coba ubah grup A ke TTL kompensasi ke -1, grup B diset ke Manual power 1/4 dan grup C ke Manual 1/32 sedangkan grup DE tetap Off, maka tampilan di LCD Godox ikut menyesuaikan. Disini saya sengaja pakai channel 32 untuk menunjukkan kalau si kamera juga mendukung channel yang disediakan Godox X1T-C sebanyak 32 channel.

Nah, soal pakai 1 flash atau lebih, mau pakai grup A saja atau ABC tentu sesuaikan dengan kebutuhan. Yang penting konfigurasi diatas terhubung dengan baik, dan flash bisa menyala sesuai yang kita mau (TTL atau manual). Selebihnya terserah kita mau memotret apa, mau memakai fitur yang mana sesuai kebutuhan. Misalnya mau fungsi dasar saja (fill flash), atau mau lebih kreatif pakai Multi flash (menyala berulang-ulang), main speed cepat/HSS (hingga 1/8000 detik), atau rear sync tinggal set di kameranya saja.

Bonus info :

  • Untuk membantu auto fokus di keadaan gelap, terdapat lampu AF assist di unit transmitter yang akan menyala saat proses auto fokus. Bila fitur ini tidak diinginkan, matikan dengan menggeser tuas lampu di sisi kanan ke posisi OFF.
  • Untuk menjadikan unit X1C ini sebagai wireless trigger, hubungkan X1T-C ke kamera melalui kabel shutter release (dijual terpisah) dan tombol test di X1T-C atau X1R-C akan berfungsi sebagai tombol shutter (bisa ditekan setengah dan tekan penuh).

Untuk pemesanan flash ataupun trigger merk Godox bisa melalui ranafotovideo, dan kami juga rutin mengadakan pelatihan/kelas kupas tuntas Flash eksternal (untuk DSLR/mirrorless).

Mengenal Fitur Radio Slave 2,4 GHz di Flash Godox V860II-C

$
0
0

Kali ini saya bahas lagi tentang sistem wireless flash. Bila di artikel sebelumnya saya mengenalkan tentang trigger TTL Godox X1C, maka kali ini anggaplah ini adalah artikel lanjutan yang akan membahas tentang flashnya yaitu Godox V860II-C (C artinya TTL untuk sistem Canon) khususnya saat menjadi slave RF 2,4 GHz. Sebagai info, anda yang punya flash Godox TT685C juga bisa mengikuti informasi di artikel ini karena secara fitur sama dengan yang V860. Flash ini punya kelebihan sudah memiliki receiver (penerima) dengan sistem RF 2,4 GHz sehingga tidak usah ditambah receiver tambahan lagi bila di trigger oleh flash yang sama, atau oleh transmitter Godox X1T.

Flash Godox V860II-C dan trigger Godox X1T-C

Disini saya tidak membahas fitur wireless optik yang lebih klasik, meski fitur wireless optik ini tetap berguna, namun sistem RF 2,4 GHz jauh lebih handal. Flash Godox V860II C adalah flash TTL untuk Canon dengan fitur andalan seperti GN60, HSS dan baterainya Lithium. Flash ini bisa bekerja sebagai Master (bila dipasang diatas kamera) dan juga sebagai Slave. Bila dijadikan Master, maka perlu flash Godox lain yang akan difungsikan sebagai slave, atau bila punya flash TTL merk lain perlu dipasangkan ke X1R-C (unit receiver).  Bila flash Godox ini jadi Slave 2,4 GHz, maka tersedia 5 pilihan grup ABCDE untuk yang perlu banyak lampu, dan ada 32 channel yang bisa dipilih.

Godox V860II C dalam mode Master (LCD berwarna hijau) dan simbol wireless menunjukkan RF 2,4 GHz, tersedia grup khas Canon Ratio A:B C

Bila memang sudah ada trigger X1T-C, dan ingin memanfaatkan fitur receiver di dalam V860II C ini maka untuk memulai koneksinya perlu menekan tombol Wireless di flashnya (paling kanan, dekat tuas On-Off) sampai indikator di layar menunjukkan simbol Wireless 2,4 GHz (ada simbol radio di pojok kiri atas LCD, bukan simbol Wireless optik yang seperti petir) dan layar LCD akan berwarna oranye. Selebihnya tentukan saja flash ini mau dijadikan grup apa, dan jangan lupa samakan channel-nya.

Selanjutnya pengaturan tidak usah lagi mengutak-atik flashnya. Cukup lakukan di triggernya atau di kameranya. Tapi foto dibawah ini ingin lebih menunjukkan tampilan LCD flash untuk kebutuhan ilustrasi saja :

Di kamera (atau di trigger) bisa pilih mode ETTL maka tampilan di layar V860 akan mengikuti, dan muncul tulisan ETTL di trigger dan di pojok kiri atas layar flash.

Di kamera (atau di trigger) bisa pilih mode M maka tampilan di layar V860 akan mengikuti, dan muncul tulisan M di pojok kiri atas layar flash. Dalam hal ini Grup A saya set 1/4 power, maka di trigger juga indikatornya muncul Grup A M 1/4 dan di flash juga ada tulisan 1/4.

Di kamera (atau di trigger) bila pilih Multi maka tampilan di layar V860 akan mengikuti, dan muncul tulisan Multi di pojok kiri atas. Dalam hal ini saya set Grup A 1/128 power, 5 times dan 1 Hz juga muncul di layar LCD. Muncul simbol Multi di trigger, dan Grup A tertulis 1/128, demikian juga di flash ada tulisan 1/128.

Kesimpulan :

Wireless flash TTL bisa diwujudkan dalam dua cara, optik (IR) atau radio (RF). Untuk pemakaian secara wireless, flash Godox V860II (dan TT685) punya fitur Master dan Slave, baik memakai cara optik maupun radio. Mampu menjadi slave radio adalah hal yang menjadikan flash ini menarik, karena dengan  built-in receiver 2,4 GHz didalamnya kita tidak usah pasang receiver khusus (X1R), cukup pasang transmitter (X1T) diatas kamera saja.

Saat menjadi slave radio, flash V860II ini bisa mengikuti apa yang kita ganti/ubah di kamera, misal modenya TTL, Manual atau Multi. Lalu kalau TTL mau kompensasi atau tidak, kalau manual mau main berapa powernya. Fitur lain seperti zoom, HSS, FEB, rear sync dsb tetap bisa difungsikan. Yang penting adalah perencanaan yang baik, misal mau pakai grup apa saja, dan memilih channel yang sama untuk semua sistemnya. Semua kecanggihan ini bertujuan untuk memudahkan kita, bayangkan saat pakai banyak lampu flash untuk pekerjaan serius, dan kita mau atur semua lampunya. Tentu repot kalau harus mengatur setiap lampu satu persatu, lebih enak dengan menekan tombol di kamera atau di triggernya.

Pemakaian 3 flash dengan posisi yang berbeda memerlukan pengaturan independen dari setiap lampunya.


Untuk pemesanan flash ataupun trigger merk Godox bisa melalui Infofotografi, dan kami juga rutin mengadakan pelatihan/kelas kupas tuntas Flash eksternal (untuk DSLR/mirrorless), jadwal terdekat adalah Sabtu 6 Mei 2017.

Review flash Leica SF 40 : Flash compact desain ala kamera film analog

$
0
0

Tujuan saya membeli flash Leica SF 40 untuk kamera Leica SL karena kadang saya membutuhkan flash untuk memotret di dalam ruangan atau saat memotret foto keluarga saat tour foto. Karena kamera dan lensa saya tidak bisa disebut ringan, maka saya sangat senang mengunakan Leica SF 40, karena flash ini berukuran sangat “compact” dibandingkan dengan flash pada umumnya, dan beratnya hanya 203 gram tanpa baterai, 308 gram dengan empat baterai AA.

Flash SF 40 compatible dengan berbagai kamera Leica, diantaranya Leica M, X, S, SL, TL dan Q. Tidak compatible dengan seri D, dan V. Leica tidak membuat flash sendiri, untuk Leica SF 40 ini, modelnya berasal dari Nissin i40 yang membuat flash dalam berbagai versi, untuk Canon, Nikon, Fujifilm, Sony dll. Perbedaan utama SF40 dengan Nissin i40 adalah SF 40 memiliki kaki yang disesuaikan dengan hot shoe Leica, dan fitur yang tersedia selain manual, juga mendukung fungsi TTL dan HSS (di mode A dan TTL).

Desain body flash ini sangat compact, tidak ada layar LCD seperti flash kamera digital modern, hanya ada dua roda (dial) di bagian belakang flash untuk mengubah mode flash dan tenaga flash. Kesannya seperti flash jaman film. Meskipun compact, SF40 memiliki fitur yang cukup lengkap yakni memiliki kepala flash yang bisa zoom dari 24-105mm, bounce card, wide diffuser, bahkan video LED light. Flash ini membutuhkan 4 baterai AA, dan karena itulah kekuatan flash ini cukup besar GN 40, tidak berbeda dengan flash Canon 430EX dan Nikon SB700 yang fisiknya lebih besar.

Secara keseluruhan, flash ini sangat bagus untuk pencinta desain flash yang compact dan seperti flash di era kamera film. Saya menilai flash Leica SF 40 sangat cocok dan berimbang untuk kamera-kamera Leica yang rata-rata ukurannya compact terutama kamera Leica M, Leica Q, Leica X dan Leica TL.

Spesifikasi

  • Guide Number: 40 di 105mm dan ISO 100
  • Bisa putar ke atas 90 derajat, ke kiri dan kanan 180 derajat
  • Recycle time 0.1-4 detik
  • Slow, High speed sync (HSS) 1/8000 detik, 2nd curtain sync
  • Mode Automatic, TTL, M, Slave (dengan pre flash/tanpa pre flash), video led
  • 4 Battery AA
  • Kompensasi flash -2 sampai +2 dengan selisih 1/2 EV
  • Flash duration: 1/800 detik full energy, 1/20000 detik dengan otomatis (A, TTL)
  • Video light duration: 3.5 jam dengan baterai penuh dan kekuatan maksimal
  • Temperatur warna: 5600K
  • AF assist/auxiliary lamp: 0.7-5 meter
  • Power saving : 2 atau 5 menit tergantung mode flash ke standby mode, 60 detik shutdown.
  • Dimensi: 85 x 61 x 85 mm
  • Berat 203 gram (Tanpa baterai), 308 gram dengan 4 baterai

Catatan: Manual flash ini bisa di download di situs leica-camera.com
Halaman: Service & Support > Support > Downloads, di category : M-System Equipment.

Untuk memperoleh flash Leica SF 40 bisa menghubungi Leica Store Indonesia, di lantai 3 Plaza Senayan, Jakarta. Telp:  (021) 57906066


Infofotografi secara rutin menyelenggarakan Kupas tuntas flash, yang bertujuan supaya peserta bisa mengenal setting dan mengunakan flash dengan baik. Untuk info dan pendaftaran silahkan hubungi 0858 1318 3069 / infofotografi@gmail.com

Memilih flash eksternal untuk kamera mirrorless

$
0
0

Kamera DSLR dan mirrorless punya sejarah yang berbeda. Kamera DSLR yang lebih duluan hadir lebih ‘matang’ dalam dukungan ekosistem seperti lensa dan flash, bahkan sejak jaman film pun fotografer di masa lalu ya memakai berbagai lensa dan flash eksternal. Kini saat DSLR hanya terfokus pada Canon dan Nikon, maka urusan flash eksternal relatif lebih sederhana. DSLR Canon dan Nikon hampir sama secara teknis, dan karena banyaknya pengguna DSLR di seluruh dunia maka memacu produsen flash eksternal untuk berlomba membuat flash seperti Nissin, Yongnuo, Godox, Pixel dan banyak lagi. Padahal Canon dan Nikon juga punya flash yang lengkap, seperti Canon 600EX-RT dan Nikon SB910 yang termasuk flagship dalam flash. Fitur flash modern juga beragam, seperti HSS, TTL, rear sync, multi dan zoom, membuat penggunanya bebas berkreasi. Tapi bagaimana saat kini sudah banyak orang yang justru memiliki kamera mirrorless, lalu ingin berkreasi lebih dengan flash photography

Pertama, anda pemilik kamera mirrorless perlu sedikit melakukan riset, carilah flash eksternal yang dibuat oleh merk yang sama dengan kamera anda. Sony termasuk punya banyak pilihan flash, lalu Fuji, Panasonic, Olympus juga tentunya ada. Mirrorless Canon EOS M adalah perkecualian karena bisa pakai flash milik DSLR Canon (hotshoe dan TTL-nya sama). Setelah tahu apa pilihan yang ada, lalu cek harganya, bila cocok silahkan dibeli. Misal Fuji EF-42 TTL flash itu harganya 2 jutaan, lalu Olympus FL-600R itu 4 jutaan. Selain faktor dana, pertimbangan lain dalam memilih biasanya melihat kekuatan flash (GN) dan ukuran/dimensi flashnya.

Kedua, cari tahu flash buatan dari pihak ketiga (third party) untuk kamera mirrorless. Pihak ketiga ini bisa jadi dari Eropa (misal Metz), dari Jepang (Nissin) dan tentunya dari China. Saat kita mendengar merk China seperti Yongnuo atau Godox yang lebih ekonomis kita tentu ingin tahu apakah bisa dipasang di kamera mirrorless atau tidak. Tahukah anda kalau beberapa flash dari merk ternama sebetulnya adalah flash buatan pihak ketiga yang di re-brand? Misal Fuji EF-42 itu adalah Sunpak PZ42X, padahal Sunpak ini juga membuat flash PZ42X untuk kamera selain Fuji.

Oke, kita bahas mengenai flash untuk kamera mirrorless. Disini ada beberapa catatan dari saya terkait topik kita saat ini :

Mirrorless lebih bervariasi

Produsen flash pihak ketiga tertentu seperti Godox juga membuat flash untuk kamera mirrorless, dan yang saya maksud adalah flash TTL yang kompatibel penuh dengan setiap merk. Hanya saja faktanya kamera mirrorless itu lebih variatif baik dari segi teknologi, segmentasi hingga kompatibilitas. Perlu diketahui kalau sulit sekali bagi mereka (produsen flash pihak ketiga) membuat flash yang dijamin full kompatibel, sumber daya mereka juga terbatas untuk mendesain dan mencoba satu-satu (ingat mereka sebenarnya reverse-engineer, tidak mendapat dukungan teknis dari masing-masing produsen mirrorless). Bisa jadi ada bug, atau fitur yang tidak jalan, atau flash yang tidak kompatibel untuk tipe tertentu dan tipe yang akan datang. Maka itu flash pihak ketiga yang baik akan menyediakan port USB untuk firmware update.

Jarang ada mirrorless dengan wireless flash optik

Flash eksternal untuk DSLR umumnya mendukung wireless teknologi lama dengan optik / infra red. Tapi di kamera mirrorless jarang sekali ditemukan fitur ini, sehingga salah satu kelebihan dari flash eksternal ini seakan jadi mubazir. Padahal wireless optical flash di DSLR, meski teknologi lama, tapi lumayan canggih dengan kemampuan mengatur TTL, manual dan Channel (1-2-3-4) serta Grup (A-B-C). Artinya bila mirrorless yang kita punya tidak ada dukungan wireless flashnya, maka kita hanya bisa memasang flash selalu di hot shoe kamera, atau kalau mau bermain off shoe pakai wireless terpaksa dengan menambah dana beli trigger (dan mencari trigger untuk mirrorless kalau yang TTL juga tidak mudah).

Mirrorless pakai live-view

Sebetulnya tidak ada salahnya dengan live view, toh semua mirrorless pasti live view, hanya saja kadang lokasi yang kita akan foto dengan flash itu gelap dan saat kita pakai mode Manual, maka Live view bisa jadi akan menampilkan gambar yang gelap sehingga susah untuk membidik subyek. Untuk itu pengguna mirrorless mesti mencari setting di kameranya untuk mengubah mode live view menjadi ‘selalu terang’ bukannya mensimulasikan eksposur. Tapi ada juga kamera mirrorless yang tidak bisa diubah sehingga saat mode Manual mau pakai flash ya live viewnya selalu gelap.

Masalah teknis berkaitan dengan shutter

Sebagian kamera mirrorless menerapkan shutter elektronik, dan ini tidak akan bersahabat dengan flash. Ingat kalau flash hanya bisa dipakai dengan shutter mekanik di kamera kita, jadi bagi yang masih pakai shutter elektronik harap diganti dulu ke shutter mekanik untuk bisa memakai flash. Memakai shutter mekanik pun ada batasan sinkronisasi flash yang berbeda-beda, kadang sebagian kamera mirrorless punya batas sync yang agak tanggung seperti 1/160 detik, bahkan ada yang hanya 1/60 detik, padahal semestinya bisa 1/250 detik atau lebih supaya lebih leluasa memakai flash di saat siang hari. Saya juga punya fitur favorit berkaitan dengan ini yaitu HSS/FP mode, sebuah fitur untuk mendobrak limitasi sync speed (selama didukung oleh flash) dan sayangnya tidak semua kamera mirrorless mendukung fitur HSS ini.

Flash manual

Bila tujuan kita pakai flash baru untuk belajar, atau merasa tidak masalah mengatur flash pakai mode manual, maka meski kameranya mirrorless tetap saja pilihannya flashnya banyak. Karena di pasaran banyak flash manual yang bisa dipakai di semua kaki hot shoe kamera (kecuali Sony NEX lama – karena desain hot shoenya berbeda). Hanya saja tetap perlu coba-coba dulu, karena ada saja kamera mirrorless yang tidak mau membuat flash manual ini menyala. Lalu kalaupun bisa, maka fitur flash yang lain seperti TTL, HSS, AF assist beam dsb tidak bakal bisa kita nikmati.

Tips :

  • untuk pemakaian harian, tidak perlu flash kekuatan besar, apalagi kamera mirrorless umumnya cukup kecil sehingga agak lucu kalau flashnya besar
  • bila mau serius untuk studio atau bermain lighting sebaiknya pakai trigger saja, bisa yang TTL atau manual (universal)
  • hindari membeli kamera mirrorless yang tidak ada flash hot shoe-nya, bila ingin berkreasi maksimal dengan flash

Beberapa merk flash pihak ketiga yang bisa dicoba/dipertimbangkan :

  • flash powerful : Godox V860-II atau TT685, perhatikan kode huruf dibelakangnya misal TT685S itu untuk Sony, O itu Olympus, F itu Fuji, P itu Panasonic
  • flash harian (kekuatan sedang) : Godox TT350, sama seperti diatas, dengan kode huruf menandakan kompatibel untuk kamera apa
  • flash buatan Jepang : Nissin i60A dan i40, tersedia untuk Sony, Fuji dan Micro 4/3
  • flash manual : banyak sekali, tapi salah satu yang disukai banyak orang misalnya Yongnuo YN560 (saat ini sudah generasi ke-IV)

Sudah punya flash eksternal tapi belum bisa memaksimalkan fiturnya? Atau bingung dengan istilah-istilah yang dibahas di artikel ini? Anda bisa ikuti kelas Kupas Tuntas Flash Eksternal bersama saya, jadwalnya 30 September 2017 jam 13.00-16.30 WIB di infofotografi Green lake city Jakarta.

Berkreasi dengan flash eksternal untuk foto still life

$
0
0

Musim hujan begini bisa jadi hobi fotografi kita agak sedikit terganggu, misal jadi malas keluar rumah atau takut kameranya basah kehujanan. Padahal aktivitas memotret tetap bisa kita lakukan di dalam rumah, misal memotret still life. Banyak ide untuk ini, bisa dari makanan minuman kita, perabot piring hingga sendok garpu atau yang sejenisnya. Jangan terbebani untuk langsung dapat foto yang bagus, yang penting berusaha dulu mencari konsep fotonya, lalu nikmati proses memotretnya.

Satu hal penting dalam fotografi still life adalah pencahayaan. Memang kita bisa memakai cahaya matahari yang berlimpah, misal dengan mendekatkan benda yg akan difoto ke jendela saat siang. Tapi di musim hujan ini belum tentu kita bisa dapat cahaya mahatahari, maka itu para fotografer akan mengandalkan ‘matahari dalam genggaman’ alias lampu kilat eksternal. Dengan ini kita bisa menerangi subyek foto kapanpun, bahkan bisa diatur kekuatannya, arahnya hingga keras lembutnya cahaya. Perhatikan meski di kamera ada lampu kilat built-in, tapi hasilnya tidak akan maksimal, jadi tetap disarankan pakai flash eksternal.

Memanfaatkan wireless flash dengan trigger, lampu flash bisa ditempatkan di light stand di sisi kiri dan dibantu reflektor di sisi kanan.

Untuk sekedar mendapat mencahayaan lembut, paling mudah memakai cara bouncing sehingga terang merata dan bayangan yang dihasilkan tidak keras. Tapi untuk mendapat hasil yang lebih baik bisa manfaatkan teknik strobist, dengan trigger, payung dan reflektor. Dengan begitu hasil foto bisa kita atur terangnya, bayangannya hingga dimensi yang didapat dijamin tidak akan flat atau datar.

Pengaturan flash eksternal untuk wireless.

Di kameranya sendiri tidak terlalu banyak yang perlu kita urus. Kalau sudah main flash pasti cahaya tidak akan kuatir kekurangan, sehingga tidak perlu pakai ISO tinggi. Tinggal atur shutter dan aperture saja sesuai kebutuhan. Gunakan juga lensa yang berkualitas untuk hasil lebih maksimal. Selamat berkreasi..


Ikuti kelas Kupas Tuntas Flash Eksternal bila anda ingin mengenal fitur flash yang anda punya, sambil belajar teori pencahayaan, teknik lanjutan dari flash hingga memakai wireless trigger. Jadwalnya hari Sabtu, 2 Desember 2017 jam 13.00-16.00 WIB di infofotografi Green lake city, Jakarta Barat.

Viewing all 28 articles
Browse latest View live