Quantcast
Channel: Lampu Kilat – InfoFotografi
Viewing all 28 articles
Browse latest View live

Workshop Creative Flash Photography

$
0
0

Workshop kali ini akan mengenalkan fitur lanjutan dari flash eksternal untuk memotret lebih kreatif. Seperti yang anda ketahui, selain fungsi dasarnya sebagai sumber cahaya, flash eksternal punya banyak fitur seperti rear sync dan multi (repeating) flash yang bila dipadukan dengan kreativitas gerakan akan menghasilkan karya foto yang menarik.

Di kesempatan ini saya (Erwin M.) akan memandu workshop yang isinya 20% teori dan 80% praktek sehingga anda akan memahami tentang:

  • konsep dasar lighting dengan flash
  • fitur TTL dan manual, GN, zoom
  • wireless dengan satu flash atau lebih
  • memotret dengan flash dengan repeating flash
  • memadukan flash dan cahaya kontinu untuk hasil yang kreatif

Acara ini dijadwalkan pada:

  • Minggu, 30 September 2018
  • 13.00-16.00 WIB
  • tempat di studio infofotografi.com (rukan Sentra Niaga N-05 Green Lake City, Duri Kosambi Jakbar)

Biaya workshop Rp. 495.000,- tempat terbatas untuk 8 peserta. Biaya bisa ditransfer ke Enche Tjin via Bank BCA: 4081218557 via Bank Mandiri: 1680000667780 lalu kabari ke 0858-1318-3069. Peserta diharap membawa flash eksternal dan tripod masing-masing.

 


Ebook baru : Hasil Maksimal dengan Flash Eksternal

$
0
0

Kita tentu sepakat kalau pencahayaan adalah hal penting dalam fotografi, dan salah satu sumber cahaya yang bisa diandalkan setiap saat adalah cahaya flash. Dengan flash banyak foto menarik dan berkarakter yang bisa dibuat, seperti potret, produk, konseptual bahkan foto dokumentasi pun akan jadi berbeda dengan pencahayaan yang baik. Bila memang cahaya adalah penting, dan flash adalah sumber cahaya yang bisa diandalkan, tapi mengapa masih banyak orang yang tidak mau pakai flash saat memotret? Dari hasil saya bincang-bincang dengan beberapa kenalan, umumnya mereka berpendapat kalau cahaya flash menghasilkan warna yang tidak natural, atau terlalu keras dan memantul, atau menghasilkan bayangan yang mengganggu. Pendapat yang bisa dimaklumi karena memang bila tidak menguasai cara memakainya dengan baik, cahaya flash justru menghasilkan foto yang kurang enak dilihat (dan malah lebih menarik hasil foto dengan cahaya sekitar / available light).

Isi buklet PDF flash yang kami buat

Disini Flash eksternal akan mampu menghasilkan foto yang baik bila dipahami bagaimana memakainya. Flash eksternal punya ciri bisa dipasang di flash hot shoe kamera, dengan kepala flash yang bisa diarahkan atas bawah atau ke kiri kanan. Di bagian belakang dari flash eksternal ada yang simpel dengan hanya beberapa tombol dan indikator tapi banyak juga yang rumit dengan layar LCD yang dipenuhi icon dan angka, dan perlu memakai 2 atau 4 baterai AA untuk bisa dioperasikan. Sebagai perangkat elektronik modern, flash eksternal memang perlu dipelajari cara memakainya dengan teliti, tapi anda juga pelu membekali diri anda dengan pengetahuan praktis mengenai bagaimana memotret dengan pencahayaan buatan seperti flash. Boleh jadi anda sudah mencoba memakai flash eksternal tapi kecewa dengan hasilnya, atau masih bingung dalam mengatur settingnya. Buku ini mencoba menjelaskan secara lugas mengenai konsep pencahayaan, cara kerja flash, fitur flash, setting kamera dan penggunaan wireless flash, untuk hasil yang lebih maksimal.

Di buku ini juga dibahas mengenai sistem wireless flash, trigger, grup dan channel yang kerap membuat orang bingung.

Untuk itu buklet ini hadir, dengan investasi Rp. 95.000,- ebook 24 halaman ini akan membuat anda paham konsep-konsep dalam flash photography, dengan penjelasan teknis disertai contoh fotonya sehingga bisa lebih dipahami. Untuk memesan silahkan menghubungi 0858-1318-3069 atau email ke infofotografi@gmail.com disertai bukti transfer (BCA 4081218557 atau Bank Mandiri 1680000667780 a/n Enche Tjin) dan buklet PDF ini akan dikirim ke email anda.

Flash photography dengan Canon 1500D, lensa 50mm f/1.8 dan flash 430EX III-RT

$
0
0

Cahaya merupakan elemen penting dalam fotografi, dan fotografer yang pengalaman tentu akan memperhatikan cahaya yang dipakai saat memotret. Salah satu sumber cahaya buatan yang bisa diandalkan dan menyerupai cahaya alami matahari adalah lampu kilat (flash), khususnya dengan flash eksternal yang lebih bertenaga. Kali ini saya akan mengulas mengenai penggunaan flash eksternal yang lebih lanjut, dengan berbagai skenario dan aksesori tambahan. Sebagai peralatan yang dipakai, saya memakai kamera DSLR Canon 1500D, dengan dua unit Speedlite 430EX III-RT dan sebuah wireless trigger ST-E3. Lensa yang dipakai adalah lensa EF 50mm f/1.8 STM.

Mengenal Speedlite 430EX III-RT

Pada dasarnya Speedlite 430EX III-RT adalah flash eksternal kelas menengah generasi ketiga yang ditambah fitur RT (Radio Transmission). Flash yang punya GN43 ini sudah dilengkapi fitur TTL dan Manual, bisa zoom dan tentunya mendukung HSS. Layar LCD-nya yang besar bisa menampilkan banyak informasi termasuk indikator jarak (dalam meter) yang membantu kita menentukan posisi relatif antara flash dan subyek.

Awalnya saya perlu beradaptasi dengan perubahan desain tombol antara 430EX II (kiri) dengan 430 EX III-RT (kanan). Tapi desain baru di 430EX III ini menarik, intuitif dan lebih cepat untuk mengganti setting.

Secara fisik, flash 430EX ini punya ukuran yang lebih kecil dari flash kelas berat (misalnya 600EX), namun banyak kemiripan misal bisa tilt-swivel (kepala flash bisa diputar), ada wide angle diffuser dan catch light panel di depan, pakai 4 baterai AA dan rentang zoom flash yang panjang. Fitur paling menarik di 430EX generasi ketiga ini tak dipungkiri adalah kemampuan wireless flash yang modern, menggunakan frekuensi radio yang lebih handal daripada transmisi infra merah (optical) seperti wireless lama. Unit 430EX III-RT bisa difungsikan sebagai Master (hanya RT) dan Slave (bisa dalam mode RT maupun optical).

Canon 1500D, trigger ST-E3 dan flash 430EX III-RT yang terhubung secara wireless

Saat menjadi Master, kita bisa kendalikan banyak flash dalam mode TTL, Manual dan Grup individual (up to 5 grup). Tersedia 15 kanal untuk dipilih sehingga lebih aman dari interferensi sinyal flash lain. Bila kita ada flash Canon lain yang juga mendukung RT maka 430EX III-RT yang dipasang di mode Master ini bisa terhubung dan lampu LINK akan berwarna hijau. Kita bisa memilih apakah flash yang jadi master ini juga akan menyala, atau tidak (artinya flash hanya memberi perintah tanpa menembakkan cahaya).

Tampilan layar flash 430EX III-RT saat menjadi Master dengan pengaturan individual Grup, bisa sampai 5 grup A-E.

Tapi bila 430EX III-RT ini hendak dijadikan slave maka ada beberapa pilihan seperti Slave RT, Slave optik dan Individual slave optik. Apabila anda memakai DSLR Canon yang mendukung wireless flash melalui optical (built-in) flash maka dari kamera bisa diatur mau pakai mode wireless TTL atau manual. Juga bisa ditentukan apakah grup AB itu mau seimbang atau pakai ratio (perbandingan kekuatan flash grup A dan B). Artikel soal grup dan ratio di flash Canon sudah pernah diulas disini.

Untuk menikmati sistem wireless RT, anda perlu menempatkan flash dengan fitur RT seperti 430EX III-RT atau 600 EX-RT, atau dengan trigger ST-E3 seperti ini.

Kali ini konfigurasi yang saya coba adalah menggunakan trigger ST-E3, sebuah trigger RT yang modern dan bisa kompatibel dengan flash RT seperti 430EX III-RT atau 600EX-RT. Maka itu flash 430EX III-RT saya posisikan di mode wireless RT, bukan optikal. Setelah saya atur channel dan ID antara trigger dan flash maka keduanya dengan mudah akan tersambung, dicirikan dengan lampu LINK akan berwarna hijau. Setelah itu pengaturan yang ingin dilakukan tinggal diatur dari triggernya saja.

Flash dan trigger sama-sama menunjukkan lampu LINK berwarna hijau, artinya keduanya telah terhubung karena channel-nya sama, dan flash 430EX difungsikan sebagai wireless slave RT.

Memotret dengan flash

Dalam hal ini saya melakukan beberapa variasi pemakaian flash, misalnya dengan flash on shoe (diatas kamera) secara bounce plus HSS, juga mencoba wireless (off shoe) pakai dua flash dengan pengaturan ratio dikendalikan dari trigger ST-E3. Sebagai info flash 430EX III-RT ini mendukung fitur High Speed Sync dan saya gunakan flash ini untuk memotret dengan shutter cepat tanpa ada masalah.

Pemakaian paling basic dari flash eksternal adalah dengan bounce ke langit-langit. Disini saya dapatkan kemudahan dengan memakai mode TTL tanpa perlu mengatur banyak hal, cukup setting eksposur saja di mode Manual dan kamera akan berikan pencahayaan optimal sehingga terangnya foto yang dihasilkan bisa tampak pas.

Kemudian saya mencoba menempatkan model di depan jendela yang terbuka, dan kita tahu di keadaan seperti ini akan menjadi tantangan sendiri karena terangnya matahari di luar akan memaksa kita pakai shutter cepat. Nah dengan mode HSS saya bisa gunakan shutter 1/500 detik sehingga cahaya matahari di luar tidak terlalu tampak over, dan HSS tentunya hanya bisa dipakai di flash yang kompatibel TTL, termasuk triggernya juga harus TTL.

Lalu yang ketiga saya menggunakan wireless dengan dua flash 430EX III-RT yang ditempatkan di light stand, dan diberi payung putih. Kedua flash saya kendalikan dari trigger ST-E3 dan memakai mode TTL dengan pengaturan ratio A:B sebanyak 2:1. Artinya kekuatan flash A akan 2x lebih kuat dari flash B sehingga pengaturan kekuatan flash jadi lebih simpel. Pilihan ratio ini ada banyak, bisa 2:1, 4:1 hingga 8:1 dan juga bisa ditambah dengan Grup C (untuk background atau backlight, bila perlu) yang bisa diatur kompensasinya.

Pengaturan ST-E3 dengan channel 1 dan ratio A:B +C

Memakai dua flash dengan pengaturan ratio A:B

Intinya dengan mengendalikan pencahayaan, kita bisa mengatur hasil foto sesuai tujuan awal. Flash Speedlite 430EX III-RT memiliki banyak pengaturan yang membuka bermacam peluang kreativitas seperti rear sync, HSS dan wireless dan khususnya di generasi ketiga ini sistem RT menjadi pembeda. Dengan RT maka cara wireless flash akan memakai frekuensi radio yang lebih handal, cakupan lebih jauh dan bisa dipakai outdoor. Tentu syaratnya adalah perlu adanya trigger RT yang dipasang diatas hotshoe kamera, misal ST-E3 atau bisa juga flash eksternal yang mendukung RT seperti 430EX III-RT atau 600EX RT.

Tips motret model outdoor dengan teknik flash cross lighting

$
0
0

Halo semuanya, sepertinya cukup lama saya tidak menulis disini, mohon dimaklumi karena selain faktor malas, juga banyak faktor lain seperti banyak kerjaan, sibuk cari project dan banyak alasan yang jika dikumpulkan bisa jadi faktor ngeles yang mantap, hahaha…

Kali ini saya akan coba sharing sebuah pemotretan yang saya lakukan outdoor dan yang membuat foto ini jadi menantang adalah, waktu yang tersedia hanya dari jam 11 siang hingga jam 2 siang. Ini adalah “waktu terburuk” jika kita akan melakukan pemotretan jika hanya dengan mengandalkan available light dari cahaya matahari saja.

Lokasi yang dipilih adalah disebuah lapangan olahraga, tennis dan futsal yang disekelilingnya terdapat banyak pepohonan yang teduh sehingga banyak area yang teduh dibawah bayangan pohon, namun dibagian bayangan pohon ini juga besar terjadi adanya “cahaya bocor” matahari yang cukup keras dari sela sela dedaunan yang bisa mengakibatkan “bopeng” cahaya yang sangat mengganggu, terutama jika jatuhnya di bagian wajah model.

Untuk mengatasi hal ini, salah satu cara yang paling efektif adalah dengan acara menggunakan artificial light – dalam hal ini saya akan gunakan lighting strobist dengan teknik cross light.

Teknik ini merupakan salah satu teknik dasar Strobist dan juga sangat simple, cukup dengan dua flash saja dan dengan penempatan posisi yang tepat, akan menghasilkan pencahayaan yang sangat bagus. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat Lighting Diagram yang saya gunakan seperti dibawah ini :

Semua flash yang saya gunakan adalah naked, dalam artian tanpa menggunakan softbox, payung atau aksesoris lainnya. Saya mencoba memaksimalkan pengaturan cahaya dengan cara mengatur di masing-masing flashnya.

Untuk lebih detailnya mari kita bahas detail satu persatu, kita mulai dari Flash :

Flash 1, posisi kiri depan dari model. Flash ini bertujuan sebagai main lighting, yang juga berfungsi untuk menetralisir cahaya matahari yang “bocor” dari sela sela dedaunan. Zoom Flashnya saya set agak lebar sekitar 35mm, agar bukaan arah cahayanya  lebih lebar dan besar, mulai dari area wajah hingga badan. Power nya 1/8 dengan jarak antara Flash ke Model sekitar 3 meter.  Dengan posisi ini saya harapkan cahaya dapat sampai dengan merata kebagian wajah dan tubuh model, dengan tidak terlalu keras, namun dapat menutupi cahaya matahari yang jatuh dari sela dedaunan.

Flash 2, posisi kanan belakang dari model. Flash ini bertujuan sebagai rim light. Rim light ini berfungsi untuk membuat foto menjadi lebih berdimensi dan lebih menarik. Arah cahaya langsung ditujukan pada bagian kanan belakang model, Powernya sama 1/8 namun jarak Flash ke Model lebih dekat, hanya sekitar 1 meter dengan zoom 85 mm. Perlu diperhatikan sekali agar jangan sampai cahaya Flash ini bocor ke lensa, arahnya harus lebih menyamping dan pastikan lensa memakai hood / tudung lensa.

Kamera, untuk pemotratan ini saya menggunakan Nikon D7000 dengan lensa AF-S 17-55 F/2,8. ISO 100, Focal Length 38 mm dengan diafragma F/5,0 dan Speed 1/160 sec.

Hasil tampilan di Lightroom adalah sebagai berikut :

Hasil ini adalah setelah saya gunakan preset di Lightroom, untuk melihat hasil aslinya bisa dilihat pada foto dibawah ini, dengan pilihan foto portrait – untuk lebih memudahkan melihat hasil “before – after” di Lightroom.

Dari foto diatas dapat dilihat hasil dari Cross Lighting ini dimana bagian wajah dan tubuh model terlihat pop-up dan detail tanpa ada “bocoran” cahaya matahari,  bagian “bocor” cahaya matahari ini dapat dilihat pada lantai di background. Dan detail pada rambut baik bagian depan dan belakang samping juga terlihat bagus dengan rim light pada kanan model.

Setelah melewati proses post-processing di Photoshop, dapat kita lihat dua pilihan foto dari sesi ini seperti berikut :

Cara update firmware flash Godox V860IIC

$
0
0

Saya punya sebuah flash Godox V860IIC yang biasa saya pakai untuk di DSLR Canon 70D. Salah satu fitur flash tersebut adalah terdapat port USB untuk firmware update. Tadinya saya berpikir apa perlunya update, dan lagipula apakah akan tersedia firmware updatenya di masa depan? Toh ini kan ‘cuma’ sebuah flash. Tapi setelah mulai ramai kabar kalau beberapa DSLR Canon terbaru ‘bermasalah’ dengan flash pihak ketiga, ditambah kabar adanya sebuah update firmware penting dari Godox untuk mengatasi masalah itu, lantas saya mulai mencari tahu bagaimana caranya.

Dari halaman download Godox, tampak bahwa untuk flash V860IIC pada 26 April 2019 sudah dirilis firmware terkini versi 1.8 untuk mengatasi masalah kompatibilas dengan DSLR Canon terbaru seperti 1500D dsb. Bagi anda yang pakai flash Godox TT685C pastikan melihat firmware yang sesuai (versi 3.4).

Daftar pilihan update yang tersedia, dalam hal ini saya pilih yang V860IIC dan per tahun ini tersedia sampai versi 1.8

Saya akhirnya mencari tahu bagaimana proses updatenya dan sudah berhasil melakukan update hingga flash saya meningkat dari versi 1.3 menjadi versi 1.8. Bagi anda yang ingin tahu prosesnya, saya susunkan panduan langkahnya beserta tangkapan layar yang bisa saya ambil.

Isi program update G1 yang di download dari web Godox

Langkah 1 adalah persiapan :

  • download software Godox G1 dan firmware yang sesuai disini
  • ekstrak .rar file yang sudah di download menjadi .exe dengan WinRar atau 7Zip
  • instal file Godox_G1_Ver0.2.exe  (kecuali Windows 10 jangan instal dulu sebelum anda lakukan prosedur tambahan yang saya tulis di bagian berikutnya)
  • siapkan kabel USB yang berkualitas baik saat akan menghubungkan flash ke komputer

Beginilah proses instalasi program Godox G1 berjalan..

dan setelah instalasi program Godox G1, otomatis dilanjutkan dengan instalasi driver perangkat, baru setelah itu klik Finish.

Langkah 2, gambaran proses secara umum :

  • penting : flash harus dalam keadaan OFF saat akan di-update
  • sambungkan flash ke komputer via kabel USB, Windows akan instalasi driver
  • buka software Godox G1 di komputer
  • dari software Godox G1, klik Select File lalu cari firmware yang sudah kita download (berekstensi .fri)
  • setelah memilih file, klik connect
  • setelah terkoneksi, klik Upgrade
  • tunggu hingga selesai, bila sudah klik Disconnect dan Exit

Setelah membukan software Godox G1, klik Select File lalu Cari file yang sudah disimpan di hard disk, dalam hal ini saya simpan di My Document (file berekstensi .fri)

Proses meload firmware 1.8 berhasil, selanjutnya klik Connect dan Upgrade

Sampai disini proses udpate sudah selesai, klik Disconnect, lalu klik Exit dan cabut kabel USB.

Langkah diatas sebetulnya cukup simpel kan. Tapi saya sempat mengalami kendala karena komputer yang dipakai adalah Windows 10 yang lebih banyak proteksinya. Jadi khusus untuk anda yang pakai Windows 10 64bit, ada langkah tambahan yang harus dilakukan sebelum menginstal software Godox G1. Ada sebuah fitur yaitu “driver signature enforcement” yang prinsipnya akan mencegah instalasi driver untuk peranti yang tidak dikenal seperti flash (karena flash bukan aksesori komputer). Untuk itu kita perlu restart dulu komputer lalu masuk ke mode advanced start-up. Caranya (saya pelajari dari sini) tekan tombol shift saat meng-klik Restart lalu tunggu sampai Win10 melakukan restart. Nanti tampil layar biru dan ada beberapa langkah berurutan yang penting :

  • choose an option : pilih Troubleshoot
  • pilih Advanced options
  • dari pilihan yang ada di Advanced option, cari dan pilih : Startup setting
  • di layar berikutnya klik tombol Restart
  • setelah Win10 restart, pilih angka 7 (Disable driver signature enforcement)
  • lalu nanti akan masuk ke Windows seperti biasa

Lalu setelah itu bisa mulai instalasi software Godox G1 dan dilanjutkan dengan langkah 2 diatas. Namun ada satu perbedaan yaitu saat akan membuka software Godox G1, pastikan dengan cara klik kanan ikon software Godox G1, lalu klik Run as Administrator. Yah begitulah Win10 memang agak ribet keamanannya..

Jangan lupa bagi Windows 10, buka program Godox G1 dengan klik kanan lalu Run as Adminstrator

Info tambahan : Bila anda memakai Windows 10 dan menyambungkan flash Godox ke komputer tanpa melakukan Disable driver signature enforcement maka device akan ditandai sebagai Unknown USB dan tidak akan bisa dikoneksi seperti contoh berikut ini :

Ini terjadi akibat saya mencolokkan langsung flash ke Windows 10 tanpa Disable Driver Signature Verification

Solusinya, hapus saja device yang unknown itu, lalu jalankan prosedur Disable driver signature enforcement yang saya ulas diatas, instal ulang software Godox G1 dan saat flash dihubungkan ke komputer akan dikenali sebagai Godox_usb seperti contoh berikut ini :

Ini menandakan flash Godox sudah dikenal sebagai device di komputer

Semoga panduan ini ada manfaatnya, dan sebagai bukti inilah foto layar Godox V860IIC saya yang sudah menjadi versi 1.8 :

dan akhirnya flash V860II saya menjadi versi 1.8 (sebelumnya 1.3)


Buat anda yang perlu belajar tentang pengaturan setting flash eksternal, bisa memesan ebook-nya melalui halaman ini.

Lima hal yang orang sering salah paham mengenai flash eksternal

$
0
0

Bicara tentang fotografi tentu tidak bisa lepas dari membahas tentang cahaya, dan bila membahas cahaya maka terbayang akan sebuah alat yang bernama flash eksternal. Dengannya, seorang fotografer bisa mengatur pencahayaan setiap memotret, sehingga didapat hasil foto yang lebih sesuai keinginan. Memang sih di kamera ada yang disebut dengan built-in flash, namun sayangnya selain kekuatannya kecil, dia juga tidak bisa diatur terlalu banyak. Sebaiknya setiap fotografer memiliki minimal satu flash eksternal, baik yang satu merk dengan kameranya ataupun flash buatan pihak ketiga. Saya kerap menemui orang yang masih bingung dalam memakai flash dan cenderung yakin pada hal-hal yang belum tentu benar karena sudah terlanjur jadi salah kaprah di kalangan pengguna flash.

Berikut diantaranya, lima hal yang orang sering salah pahami mengenai flash eksternal :

Flash eksternal jenis TTL lebih bagus dari flash manual (non TTL)?

Flash eksternal dipasang di atas kamera melalui hot shoe, sebuah dudukan flash yang mengandung pin kontak data. Untuk memastikan semua fitur flash ekstrernal bisa berfungsi, maka diperlukan flash yang kompatibel dengan merk kamera yang dipakai, sehingga kamera dan flash bisa saling berkomunikasi. Itulah gunanya memakai flash yang TTL, sehingga dalam penggunaan juga jadi lebih mudah karena kekuatan flash diatur secara otomatis oleh kamera. Di lain pihak flash manual tidak memiliki kemampuan berkomunikasi data dengan kamera secara data, tapi hanya menunggu sinyal sync dari kamera yang artinya bila kita memotret maka flash bisa ikut menyala. Tapi seberapa kuat flashnya, kita lah yang mengatur melalui tombol ada roda di flash (bukan di kamera). Nah, kalau kita mengatur flash manual dengan kekuatan yang pas, maka pada dasarnya tidak ada bedanya dengan flash TTL, cuma yang TTL memang lebih praktis dan mudah (walau lebih mahal).

Pakai flash hanya saat malam/gelap?

Foto ini diambil saat malam, tapi saya justru tidak pakai flash karena ingin memanfaatkan cahaya lingkungan (ambient light)

Prinsipnya saat gelap maka kita perlu cahaya bila ingin memotret, supaya hasilnya tidak hitam total. Tapi yang namanya malam hari itu tidak selalu harus pakai cahaya flash, kalau cahaya alami bisa ditangkap dengan shutter lambat supaya lebih artistik, flash justru tidak diperlukan, misalnya saat memotret suasana kota di malam hari. Sebaliknya, saat siang hari kalau kita memotret orang di luar, bisa jadi bagian wajahnya agak gelap karena backlight atau pakai topi, nah itu saatnya dibantu pakai flash. Artinya, siang hari belum tentu tidak perlu flash ya, bisa jadi siang pun kita butuh flash eksternal.

Pakai flash selalu di bounce?

Ini juga banyak saya temui. Orang pakai flash di bounce (diarahkan ke atas) tanpa paham kegunaannya, adalah hal yang lucu menurut saya. Bounce adalah teknik membuat flash bisa menjadi lebih lembut dengan cara dipantulkan pada sesuatu yang datar, putih, dan dekat (umumnya langit-langit rumah). Saat kita berada di luar ruangan, justru flash harus dipakai secara direct atau langsung ke subyek, jangan di bounce terus, buat apa?

Flash besar dan kecil sama saja?

Tergantung, flash eksternal yang kecil memang lebih enak buat dibawa, tidak berat dan repot. Tapi yang kecil biasanya ditenagai oleh dua baterai AA dan ini tentu berdampak pada kekuatan dan kecepatan (jeda) antar nyala flash. Bila subyeknya jauh, atau mau di bounce ke langit-langit, atau dipakai outdoor siang hari untuk melawan matahari, maka flash yang ukurannya besar dengan kekuatan yang lebih besar juga (GN 40 ke atas) akan lebih membantu dan bisa diandalkan. Jadi besar kecil tidak sama, dalam banyak hal yang besar bisa lebih diandalkan.

Flash warnanya aneh?

Soal warna, bukan salah flash kalau hasilnya tidak natural. Yang pasti flash dibuat dengan standar warna putih yang mendekati warna matahari siang (daylight) dan selama WB di kamera kita pilih daylight (atau WB simbol flash juga boleh) maka semestinya warna yang didapat akan natural. Atau bila memotretnya pakai file RAW maka bisa juga soal warna ini dikoreksi di editing. Masalahnya kadang kita memadukan flash dengan cahaya ruangan yang kuning, dan kita pakai WB Auto, maka dalam hal ini kamera akan bingung dalam mengatur Auto WB sehingga warnanya jadi aneh. Untuk itu hindari memadukan flash dengan sumber cahaya lain yang warnanya tidak putih supaya kita tidak bingung soal warna.

Saya memutuskan pakai flash meski siang hari untuk menyeimbangkan pencahayaan antara subyek dan sekitarnya. Flash eksternal yang dipakai punya kekuatan besar GN60 dan ini membantu karena karena posisi saya jauh dari subyek dan untuk melawan matahari terik juga, tentunya cara memakai flashnya tidak dengan cara bounce tapi langsung ke subyek.

Berikut video 5 Mitos tentang flash eksternal di Youtube:


Bagi anda yang masih bingung dalam mengatur setting flash dan memaksimalkan penggunaan flash, bisa memesan ebook PDF flash eksternal atau menghubungi Iesan di 0858-1318-3069 untuk membuat jadwal belajar privat flash dengan saya. Untuk jadwal kursus dan workshop selengkapnya bisa dilihat disini.

Setting kamera mirrorless untuk pakai flash/trigger manual

$
0
0

Kamera DSLR modern sekalipun masih memakai yang namanya jendela bidik optik (OVF), sebuah jendela berisi prisma yang sejak dulu dipakai untuk melihat obyek yang akan difoto. Jendela bidik optik ini kini mulai terasa ketinggalan jaman dibanding dengan kamera mirrorless yang pakai jendela bidik elektronik (EVF) karena mampu menampilkan visual yang mendekati apa yang akan didapat, termasuk warna dan eksposur, yang disebut dengan live view. Tapi pengguna mirrorless jangan senang dulu, karena fitur ini bukannya yang paling ideal. Kamera mirrorless justru kerap membuat penggunanya bingung, khususnya saat berurusan dengan mode manual dan flash eksternal/trigger manual (non TTL). Mengapa?

Memotret di studio umumnya cenderung gelap. Dengan kamera mirrorless di mode Manual, akan sulit memotret pakai flash/trigger manual bila tampilan di layar (atau jendela bidik) jadi gelap karena live view mensimulasikan eksposur.

Anggaplah di sebuah studio akan ada sesi pemotretan. Kameranya mirrorless, dan pencahayaan memakai lampu flash studio yang di trigger dengan trigger basic (universal). Sebelum lampu flash studio menyala, suasana di dalam studio cukup gelap. Sang fotografer lalu mengatur mode Manual, misal ISO 100, f/8 dan shutter 1/125 detik, sebuah setting umum yang banyak dipakai di studio. Bila memotret dengan DSLR dan pakai jendela bidik, tentu tidak ada masalah untuk melihat subyeknya. Tapi begitu pakai mirrorless, maka kamera akan melakukan live preview, dan dengan ISO 100, f/8 dan 1/125 detik maka biasanya layar LCD (atau jendela bidik elektronik) akan menjadi gelap, karena kamera memberikan simulasi eksposur yang kira-kira akan didapat (preview) dengan kondisi cahaya di tempat itu yang redup. Dengan tampilan live view yang gelap, sulit bagi fotografer untuk membidik dan melihat subyek yang akan difoto, dan ini kerap membuat frustasi bagi banyak pengguna kamera mirrorless yang memotret pakai flash/trigger manual di studio.

Banyak flash atau trigger yang hanya punya satu pin kontak sync, tanda kalau dia hanya bisa manual saja (non TTL)

Lantas bagaimana solusinya? Untungnya di hampir semua kamera mirrorless disediakan pengaturan untuk mematikan simulasi eksposur ini (setahu saya mirrorless yang tidak ada fitur ini adalah Samsung NX3000 di jaman dulu). Tapi dengan mematikan fitur ini, maka resikonya di mode manual kamera tidak akan bantu memberi gambaran terang gelap foto di live view, alias tampilannya akan selalu ‘pas/normal’ tidak peduli fotonya under atau over. Nah berikut setting kamera yang dimaksud :

Canon (EOS M, EOS R) : cari di Shooting menu, ada yang namanya Exposure Simulation, set ke Disable.

Nikon Z : cari di Custom Setting menu, ada yang namanya Apply Setting to Live View, set ke Disable.

Sony : pada Menu, cari halaman Display dan ada yang namanya Live View Display, pilih Setting Effect Off.

Panasonic Lumix : Pilih Menu, Custom Setting, cari Constant Preview dan pilih Off.

Fuji : Dari menu, cari tab Set-up, lalu pilih Screen Set-up, ada opsi Preview Exposure/WB in Manual Mode, pilih preview WB atau pilih Off saja langsung.

Bagaimana, ketemu kan settingnya? Setelah diubah maka kita bisa memotret dengan flash eksternal atau trigger manual, tanpa repot dengan tampilan live view yang gelap. Sebagai catatan, anda tidak usah melakukan ini bila flash eksternal atau trigger yang akan dipasang sudah kompatibel dengan kameranya (mendukung TTL).

Untuk anda pengguna kamera mirrorless seperti Fuji, Sony, Canon dan Panasonic, kami sudah membuat beberapa panduan setting kamera dalam bentuk ebook PDF yang bisa dipesan melalui halaman ini.

Canon Speedlite E-L5, babak baru flash modern dengan Multi Function foot

$
0
0

Canon di era DSLR punya banyak lini Speedlite seperti 270 EX, 370EX, 420EX hingga 580EX. Di masa keemasan strobist photography, Canon juga meluncurkan flash eksternal dengan kode RT, seperti 600EX RT yang artinya mendukung sistem Radio Transmission. Kini di era mirrorless, Canon mengganti penamaan Speedlite mereka dan memperkenalkan produk pertama bernama Speedlite E-L1, sebuah flash high end dengan banyak fitur dan memiliki baterai Lithium dan walau tanpa kode RT namun tetap bisa dipakai bermain wireless dengan ditrigger oleh flash Canon lain ataupun trigger ST-E3.

Flash Canon E-L5 dipasang diatas kamera Canon R6 II

Di akhir 2022 ini, flash eksternal versi yang agak lebih terjangkau resmi dirilis oleh Canon dan diberi nama Speedlite E-L5. Hadir dengan GN yang sama (GN60) dan baterai yang juga Lithium, Canon E-L5 menjadi produk Speedlite Canon pertama yang sudah berbeda koneksinya ke kamera. Tidak lagi memakai sejumlah pin kontak di hot shoe, tapi kini memakai Multi-Function foot, yang membuatnya (sementara ini) baru bisa dipasang di kamera Canon EOS R terbaru (R3/R7/R10 dan R6 II). Canon E-L5 ini juga tetap mendukung sistem wireless 5 grup 15 channel, dan untuk yang mencari trigger yang paling sesuai, kini juga ada ST-E10 yang juga kakinya berjenis Multi-Function foot juga.

Multi Function foot, pertama ada di E-L5 ini dan hanya bisa dipasang di EOS R3 / R7 / R10 / R6 II

Kelebihan Speedlite E-L5 diantaranya adalah recycle time yang singkat, hanya satu detik di full power (flash lain biasanya perlu 5 detik). Selain itu dia bisa diatur manual power sampai 1/1024 alias menyala sangat redup. Secara fisik, flash eksternal ini juga unik karena dia punya dua lampu LED untuk modelling light, punya tampilan menu layar baru yang simpel, ada kendali joystick dan bodinya juga weathersealed. Selain bisa dipakai di model TTL, flash E-L5 juga bisa di mode Manual dan Multi, serta ada banyak Custom setting yang bisa diatur seperti untuk Rear sync dan HSS. Apa yang tidak ada di flash E-L5 ini? Pertama dia tidak dibekali fitur wireless lama (IR/optik) sehingga tidak bisa dipicu secara wireless oleh built-in flash. Kedua, flash ini tidak lagi punya port lama seperti PC atau power input, karena memang sudah tidak terlalu diperlukan juga di era modern ini.

Baterai LP-EL membuat flash E-L5 lebih siap memotret cepat dan bisa lebih tahan lama

Pemakaian

Kami berkesempatan mencoba sebentar flash E-L5 ini di kamera Canon R6 II. Flash ini bisa dipakai langsung on-shoe di kamera R6 II dan semua fungsinya berjalan dengan normal, seperti TTL, manual dan HSS juga bisa. Baterai Lithium pada flash ini dari dimensinya lebih panjang dari baterai kamera LP-E6 namun tetap bisa diisi daya pada charger baterai kamera. Keuntungan dengan baterai Lithium dibanding baterai AA adalah bisa lebih tahan lama, sekitar 350 kali menyala full power. Flash head di E-L5 bisa zoom dari 24mm hingga 200mm, dan ada wide angle diffuser serta catch-light panel untuk keperluan bouncing flash. Ada juga dua lampu LED kontinu untuk modelling dan kebutuhan AF-assist, sehingga tidak ada lagi bagian merah di depan flash yang dulunya ditujukan untuk AF assist pattern dan IR receiver. Flash head juga bisa diarahkan ke kanan kiri dan atas bawah, bahkan bisa sedikit mengarah ke bawah dan ke belakang.

Menu flash E-L5 baru, lebih simpel dan mudah dipahami

Setelah mencoba flash on-shoe, kami juga ingin mencoba sistem wireless dengan menempatkan flash E-L5 ini diluar kamera. Jadi kami memakai trigger yang dipinjamkan berbarengan dengan flash ini, bernama ST-E10. Berbeda dengan trigger yang selama ini kami tahu (ST-E3), trigger baru ini benar-benar kecil, tanpa baterai dan tanpa layar. Urusan daya hanya memakai baterai kamera, dan urusan layar juga bisa diakses dari kamera (setelah menekan tombol Menu di trigger). Cara ini menjadikan pemakai ST-E10 tidak usah belajar lagi cara memakai triggernya, semua setting dilakukan di kamera. Btw trigger ini punya fungsi yang sama seperti ST-E3 yaitu bisa mengirim perintah untuk flash Speedlite Canon apa saja baik yang E-L1, E-L5 atau flash lama dengan kode RT.

Lampu LINK menyala hijau artinya koneksi dari kamera ke flash sudah terhubung dan flash siap digunakan secara wireless, dengan pengaturan di kamera atau di flashnya

Sistem RT Canon mengenal 5 grup (A sampai E) dan 15 pilihan channel yang beroperasi pada spektrum 2,4 GHz yang lebih umum dan stabil. Karena sudah memakai gelombang RF, maka kehandalan sistem RT tidak diragukan, dia bisa menembus dinding dan bisa menjangkau jarak sampai 30 meter. Proses koneksi antara trigger dan flash juga sangat mudah, asal channel sudah sama maka keduanya akan terhubung dengan indikator lampu LINK menyala hijau.

Sistem RF wireless membuat pemakaian strobist outdoor tetap bisa diandalkan, berbeda dengan cara Infra Red optical wireless di masa lalu

Dari mencoba Speedlite E-L5 secara offshoe memakai trigger ST-E10 di kamera EOS R6 II, kami dapati kenyamanan pengaturan yang bisa dari kamera seperti flash power, zoom, sync sampai Multi bisa diatur cukup dari kamera, bahkan bisa dari aplikasi Android dari smartphone (meski yang satu ini kami belum sempat coba). E-L5 ini bisa diandalkan secara wireless di studio maupun outdoor, dan bagi siapapun pengguna EOS R terbaru yang mau bermain strobist dalam satu ekosistem Canon maka kombinasi trigger ST-E10 dengan flash E-L5 ini adalah pilihan yang pas.

Hasil dengan flash Canon E-L5 secara wireless, memakai Canon R6 II, lensa RF 135mm f/1.8 dan trigger ST-E10

Harga flash E-L5 sekitar 7 jutaan. Untuk belajar flash secara privat di infofotografi, silahkan cek infonya disini.


Viewing all 28 articles
Browse latest View live